TEMPO.CO, Bandung - Pemerintah Kota Bandung baru saja menerbitkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi para penganut aliran kepercayaan atau penghayat. Di KTP tidak lagi tertulis kolom agama melainkan kepercayaan. “Untuk di Jawa Barat, ini yang pertama,” kata Bonie Nugraha Permana, salah satu penghayat, kepada Tempo di ruang kerjanya, Kamis, 21 Februari 2019.
Baca: Penghayat di Jawa Barat Sudah Bisa Ganti Kolom Agama KTP
Bonie dan keluarganya mengambil KTP baru dengan status kolom kepercayaan itu kemarin. Total ada tiga lembar KTP. Untuk ia, istri, dan anaknya. Selain mereka, ada sebuah keluarga penghayat lain yang menerima KTP serupa, sehingga total berjumlah enam KTP bagi warga penghayat.
“Ini tidak istimewa bagi kami, prosedurnya seperti pembuatan KTP biasa,” kata Bonie yang kini menjadi Ketua Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Kota Bandung.
Majelis itu menaungi berbagai organisasi massa penganut kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa atau penghayat. Seperti Perjalanan, Budi Daya, dan Akur. KTP berkolom status kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa itu, kata Bonie, menjadi gerakan sosial bagi kalangan penghayat untuk menegaskan identitasnya.
Baca juga:
“Penulisan kepercayaan di KTP itu pengakuan bahwa kami warga Negara Indonesia,” ujarnya.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandung Popong Warliati Nuraeni mengatakan, penerbitan KTP bagi para penghayat bukan sesuatu yang luar biasa. Sejak keluar putusan Mahkamah Konstitusi, otomatis sistem pencatatan dan KTP berubah. “Itu haknya warga, penduduk, negara hadir membantu mereka,” kata Popong di ruang kerjanya, Kamis, 21 Februari 2019.
Sebelumnya, status agama di KTP berdasarkan enam jenis agama ditambah lain-lain sebagai pilihan ke tujuh yang biasanya dikosongkan atau ditandai garis strip. Pilihan para penghayat yaitu dikosongkan atau dituliskan salah satu agama.
Sejak keluar keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, para penganut kepercayaan atau penghayat bisa mencantumkan aliran kepercayaan di kolom agama dalam KTP. Pada Selasa, 7 November 2017, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan uji materi atas Pasal 61 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang mewajibkan mengisi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk. Gugatan ini diajukan oleh sejumlah penghayat kepercayaan.