TEMPO.CO, Jakarta - Tsunami menerjang sejumlah kawasan di pesisir pantai Banten dan Lampung Selatan. Tsunami Selat Sunda ini terjadi pada Sabtu, 22 Desember 2018 malam.
Baca: Kisah Manajer yang Sembunyi di Kontainer saat Tsunami Selat Sunda
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 281 orang meninggal, 1.016 luka-luka, dan 57 orang masih hilang. Sementara itu, 2.500 orang di Lampung mengungsi.
Tsunami Selat Sunda ini berbeda lantaran tidak disebabkan oleh goyangan gempa bumi. Berikut sejumlah fakta bencana tsunami Selat Sunda hingga hari ke dua:
1. Akibat Erupsi Gunung Krakatau
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyebut aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau ditengarai sebagai penyebab dari tsunami yang melanda pesisir pantai Banten dan Lampung. Erupsi diperkirakan terjadi pada pukul 21.17 WIB dan mengakibatkan gelombang arus pasang naik.
Baca juga: Cerita Manajer: Bunyi Klatak-klatak Sebelum Tsunami Selat Sunda
2. Fenomena Alam Ganda
Selain erupsi, menurut Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rachmat Triyono mengatakan, tsunami Selat Sunda juga dipicu oleh gelombang pasang karena bulan purnama.
"Ada indikasi yang terjadi memang pada hari yang sama ada gelombang tinggi, ada bulan purnama namun juga terjadi erupsi Anak Gunung Krakatau yang diduga mengakibatkan tsunami," katanya kemarin.
BMKG pun pada Sabtu pagi pukul 07.00 WIB telah mengeluarkan peringatan dini adanya gelombang pasang setinggi dua meter di perairan Selat Sunda. Peringatan tersebut berlaku hingga tanggal 25 Desember 2018 mendatang. Dan gelombang tinggi yang mengakibatkan tsunami terbentuk setelah terjadi erupsi pada Gunung Anak Krakatau.