TEMPO.CO, Jakarta - Sekumpulan organisasi yang tergabung dalam Asian NGO Network on National Human Rights Institutions (ANNI) dan Asian Forum for Human Rights and Development (Forum-Asia) merilis laporan hasil evaluasi atas kinerja Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM periode 2017-2018. Dari evaluasi itu, Komnas HAM periode 2017-2022 disebut menghadapi tantangan sulit untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Baca: Komnas HAM Dorong Keluarga Pelaku Pengeroyokan TNI Lapor Polisi
Kepala Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), salah satu anggota ANNI, Putri Kanesia mengatakan, kepercayaan publik terhadap Komnas HAM rendah akibat kinerja periode sebelumnya yang bermasalah. "Performa Komnas HAM periode sebelumnya mencapai titik terendah," kata Putri di Cikini, Jakarta Pusat, Ahad, 16 Desember 2018.
Sejumlah persoalan yang terjadi di Komnas HAM periode 2017-2022, Putri merinci, di antaranya konflik internal antarkomisioner, kompromi integritas, hingga penyelewengan anggaran Komnas HAM oleh salah satu anggota untuk kepentingan pribadi. Yang dimaksud Putri ialah mantan anggota Komnas HAM periode 2017-2022, Dianto Bachriadi. Dianto dinonaktifkan dari jabatannya setelah laporan Badan Pemeriksa Keuangan mengungkap adanya penyalahgunaan anggaran rumah dinas sebesar Rp 330 juta.
Baca: Komnas HAM Serahkan Poin-poin Rekomendasi ke Jokowi Lewat JK
Komnas HAM juga dinilai gagal mendorong Kejaksaaan Agung menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Selain itu, lanjut Putri, Komnas HAM berada dalam posisi yang tidak diperhitungkan oleh lembaga negara lainnya. "Banyak masyarakat yang kemudian menganggap, ya, wajar saja kasus tidak selesai karena di internalnya sendiri banyak masalah," kata Putri.
Salah satu bukti menurunnya kepercayaan publik, ujar Putri, ialah rendahnya minat masyarakat terhadap seleksi calon komisioner Komnas HAM 2017. Pendaftaran calon komisioner pun harus diperpanjang selama satu bulan ketika itu.
Kendati begitu, Putri menilai terpilihnya komisioner Komnas HAM sebanyak tujuh orang lebih efektif ketimbang periode sebelumnya yang berjumlah 13 orang. Jumlah komisioner yang tak terlalu gemuk dinilai lebih efektif dalam pengambilan kebijakan, meski terpilihnya komisioner perempuan yang hanya berjumlah satu orang tetap menjadi catatan. Tantangan berikutnya ialah peningkatan fungsi investigasi dan pemantauan Komnas HAM.
Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Sekar Banjaran Aji juga mempertanyakan perbaikan internal yang sudah dilakukan komisioner Komnas HAM periode ini. Menurut dia, tindak lanjut itu perlu dibuka dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Komnas. "Apa yang dihasilkan dan bagaimana itu memperbaiki Komnas HAM secara struktural," kata Sekar di lokasi yang sama.
Baca: JK Gantikan Jokowi Hadiri Peringatan Hari HAM di Komnas HAM
Meski masih ada catatan dan evaluasi, peneliti Imparsial Evitarossi Budiawan menilai kinerja Komnas HAM periode ini patut diapresiasi. Dia mencontohkan kerja Komnas HAM yang dinilainya cepat ihwal kasus Zulfiqar Ali, warga negara Pakistan yang dituduh memiliki 300 gram heroin dan divonis hukuman mati.
Menurut Evita, komisioner yang terpilih pada 2017 lalu langsung menginvestigasi kasus dan vonis yang dijatuhkan terhadap Zulfiqar pada 2005 lalu itu. Komnas kemudian menyurati Presiden Joko Widodo dan memintakan grasi untuk Zulfiqar lantaran adanya banyak kejanggalan dalam proses persidangan.
Rilis laporan evaluasi satu tahun Komnas HAM ini dihadiri oleh perwakilan lembaga-lembaga yang tergabung dalam ANNI, yakni Kontras, Imparsial, Elsam, dan Human Rights Working Group. Hadir pula komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
Putri Kanesia membeberkan, laporan itu disusun berdasarkan pemantauan kinerja Komnas HAM selama Juli 2017-Juli 2018. Metode yang digunakan ialah wawancara kepada sejumlah pihak, di antaranya Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Komnas HAM, korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat, komisioner dan staf Komnas HAM, dan pemantauan media.