TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi geografis dan cuaca yang setiap saat berubah-ubah diakui Polri-TNI menjadi hambatan yang sulit selama proses evakuasi korban tewas dan luka-luka dalam serangan di Nduga, Papua, serta pengejaran kelompok bersenjata.
Baca juga: Tak Terdaftar BPJS, Bagaimana Santunan Pekerja Istaka Karya di Papua?
"Kondisi geografis yang sangat luas, cuaca ekstrem, itu semua kesulitan yang kami alami," ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 10 Desember 2018.
Dedi menyebut, banyaknya gunung, lereng, hutan, dan perbukitan itu yang paling menyulitkan dalam pengejaran kelompok bersenjata. "Apalagi mereka lebih paham medan," kata dia.
Selain itu, minimnya alat komunikasi juga menjadi faktor yang menjadi hambatan. Sesama anggota hanya bisa menggunakan HT. "Itu pun sangat terbatas juga jangkauannya," kata Dedi.
Senada dengan Dedi, Wakil Kepala Penerangan Kodam XVII/Cendrawasih Letnan Kolonel Infanteri Dax Sianturi mengatakan pihaknya terkendala kondisi medan dan cuaca. "Karena terkendala medan yang berupa hutan lebat dan cuaca yang berubah-ubah," ujar Dax melalui pesan singkat, Ahad, 9 Desember 2018.
Dax pun menggambarkan bahwa lokasi pembantaian di bukit puncak Kabo adalah kawasan hutan yang terletak sekitar 4 sampai 5 kilometer dari pinggir kampung terdekat. "Jadi bila ternyata ada laporan telah jatuh korban akibat kontak tembak tersebut maka dapat dianalisa bahwa korbannya bukan warga sipil murni tapi mungkin saja mereka adalah bagian pelaku yang telah melaksanakan pembantaian," kata dia.
Baca juga: Istaka Karya: Kami Komitmen Bayarkan Hak Korban Penembakan Papua
Pada Ahad, 2 Desember lalu, sekitar 28 pekerja diserang oleh kelompok bersenjata. Dari jumlah itu, sebanyak 14 orang langsung meninggal di lokasi kejadian. Adapun sisanya berupaya menyelamatkan diri. Namun hanya empat orang yang berhasil mencapai Pos TNI Yonif 755 di Mbua. Lima orang lainnya diketahui dibantai oleh kelompok bersenjata.
Sementara itu, penyerangan oleh kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogoya dari Organisasi Papua Merdeka dilakukan karena mereka tak terima pembangunan jalan Trans Papua. "Prinsipnya kami berjuang menolak semua program pembangunan di Papua Barat. Kami hanya menuntut kemerdekaan," kata juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Sebby Sambom. TPNPB adalah sayap militer OPM.
Sejauh ini, tim gabungan TNI dan Polri telah menemukan 17 jenazah. Ke-17 jenazah itu atas nama Matius Palinggi, Agustinus T, Jepry Simaremare, Carly Zatrino, Alpianus M, Muh. Agus, Fais Syahputra, Yousafat, Aris Usi, Yusran, Dino Kondo, Markus Allo, Efrandy Hutagaol, Samuel Pakiding, Anugrah Tolu, Emanuel Beli Naikteas dan Daniel Karre. Sedangkan untuk korban selamat, diperkirakan sudah lebih dari 25 orang yang ditemukan.