TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Survei Indonesia atau LSI dan Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis hasil survei nasional yang bertajuk 'Tren Persepsi Publik tentang korupsi di Indonesia', hari ini, 10 Desember 2018. Survei pada 8-24 Oktober 2018 ini menunjukkan bahwa 52 persen responden menilai tingkat korupsi meningkat.
Angka persepsi terhadap korupsi itu menurun jika dibandingkan dengan persepsi responden dalam dua tahun terakhir. “Dari 70 persen di 2016, 55 persen di 2017, dan menjadi 52 persen di tahun ini," kata Peneliti Senior LSI, Burhanuddin Muhtadi di Hotel Akmani, Jakarta Pusat pada Senin, 10 Desember 2018.
Baca: Survei LSI: Korupsi dan Kolusi Masih Dianggap ...
Responden survei 2000 orang adalah warga yang sudah berumur 19 tahun atau lebih, atau sudah menikah yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Sampel dipilih acak menggunakan metode acak berjenjang (multistage random sampling). Margin of error survei ini 2,2 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. "Kami melakukan survei dengan wawancara tatap muka," ujar Burhanuddin.
Burhanuddin menilai penurunan persepsi korupsi di era pemerintah Joko Widodo karena pengetahuan masyarakat bahwa saat ini lembaga yang menangani perkara korupsi telah melakukan tugasnya dengan benar dan dinilai efektif.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun dinilai sebagai lembaga yang dinilai paling banyak melakukan langkah pemberantasan korupsi dengan nilai 81 persen, serta tinggi efektivitasnya dengan nilai 85 persen. "Survei kami menyatakan bahwa KPK mendapat suara 85 persen sebagai lembaga yang paling dipercaya oleh publik," kata Burhanuddin.
Baca: Survei LSI: Intoleransi Naik Setelah Demo Anti Ahok Digelar ...
Sedangkan lembaga Kepolisian hanya dipilih 54 persen responden survei LSI dan Kejaksaan Agung 36 persen. "Kinerja Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan bawahannya dalam menangani korupsi perlu disosialisasikan agar masyarakat tahu," ucap Burhanuddin.
Umumnya responden menilai korupsi paling sering terjadi di jajaran pemerintah pusat. Angka persepsi itu menurun hingga diyakini yang paling sedikit korupsinya di tingkat desa atau kelurahan. Artinya, kata Burhanuddin, semakin jauh dari warga, pemerintah semakin dinilai korupsi. Sebaliknya, semakin dekat dengan warga maka pemerintah semakin dipersepsi tidak korupsi.