TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung memberhentikan secara resmi dua hakim dan satu panitera yang telah dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dalam kasus dugaan suap.
"MA mengambil tindakan bahwa dua hakim pengadilan Jakarta Selatan itu dengan status sementara yang ditandatangani oleh ketua MA, dan satu panitera pengganti pemberhentian sementara," kata Juru bicara MA, Suhadi di kantornya, Kamis, 29 November 2018.
Baca: Empat Fakta Suap Hakim PN Jakarta Selatan yang Ditangkap KPK
Dua hakim itu adalah Iswahyu Widodo dan Irwan, sedangkan panitera pengganti adalah Muhamad Ramadhan.
Suhadi mengatakan pemberhentian sementara tersebut akan diberlakukan sampai ada putusan tetap dari pengadilan nantinya. Pemberhentian ini juga dikarenakan para tersangka tidak akan bisa menjalankan tugasnya selama menjalani proses hukum.
Menurut Suhadi, selama pemberhentian sementara, para hakim dan panitera pengganti itu hanya akan mendapatkan haknya sebesar 50 persen.
Baca: OTT PN Jaksel, KPK Tetapkan Lima Tersangka
Iswahyu, Irwan dan Ramadhan diduga telah menerima uang sebesar Sing$ 47 ribu atau senilai Rp 500 juta dari advokat Arif Fitriawan dan pihak swasta PT CLM Martin P Silitonga. Uang tersebut diberikan berkaitan dengan penanganan perkara perdata dengan nomor 262/Pdt.G/2018/PN Jaksel yang sedang ditangani oleh majelis hakim tersebut. Perkara perdata tersebut terkait pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM oleh PT APMR.
Suhadi mengatakan upaya pengawasan dan pembinaan telah dilakukan, baik internal oleh MA dan eksternal oleh Komisi Yudisial. Selain itu, kata dia, setiap pekan kepala pengadilan memanggil seluruh hakim untuk memantau perkara-perkara yang mengalami permasalahan.
Termasuk, kata Suhadi, terhadap Iswahyudi dan Irwan. "Sehari sebelum OTT KPK, kepala pengadilan juga menanyakan kepada dua orang hakim itu apakah ada perkara yang bermasalah," ujarnya.
Suhadi juga menyebutkan MA sudah melakukan evaluasi sudah terus menerus dengan mengeluarkan Peraturan MA. Ia juga menyebut lembaganya sudah menyusun sistem sedemikian rupa, seperti meniadakan kontak langsung terhadap hakim. "Tapi masih ada yang seperti ini semua ini menjadi sia-sia, namanya juga manusia, hakim itu ada ribuan," ujarnya.