TEMPO.CO, Surabaya - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir meminta dosen yang dinyatakan terpapar radikalisme untuk memilih dibina atau dikeluarkan dari posisinya sebagai abdi negara.
"Kalau dibina maka harus kembali ke NKRI, tapi kalau tidak maka harus keluar dari jabatannya sebagai seorang aparatur sipil negara (ASN)," kata Nasir saat ditemui usai menjadi pembicara diskusi yang digelar Forum Merdeka Barat 9 di Kantor Gubernur Jawa Timur Jalan Pahlawan Surabaya, Kamis, 22 November 2018.
Baca: Masjid Terpapar Radikalisme, P3M: Tema Ujaran Kebencian Tertinggi
Nasir mengaku telah menerima informasi dari Badan Intelijen Negara (BIN) yang menyampaikan adanya catatan tujuh perguruan tinggi negeri terpapar radikalisme. Menurut dia, masalah di perguruan tinggi tersebut sudah ditugaskan ke seluruh rektor untuk melakukan profiling terhadap dosen dan mahasiswa yang terpapar radikalisme.
"Sejak 2017 sudah dilakukan dan memang ditemukan ada beberapa mahasiswa maupun dosen," kata Nasir.
Baca: Paham Radikalisme Intensif Masuk Kampus sejak Deklarasi ISIS
Menurut Nasir, pihaknya telah mendapati bahwa ada beberapa dosen yang sudah dibina, antara lain di Semarang, Surabaya, Bandung Solo dan beberapa daerah lainnya. "Setelah dibina, mereka menyatakan ikrar dan menandatangani pakta integritas untuk kembali ke NKRI. Mereka itu ASN yang digaji negara, lha kok mau merongrong NKRI. Sekali lagi, kalau tidak mau dibina maka silakan keluar," kata dia.
BIN sebelumnya mencatat ada tujuh perguruan tinggi negeri terpapar radikalisme. Ada juga temuan 39 persen mahasiswa di 15 provinsi yang ketertarikannya mulai dari tingkatan rendah sampai tinggi.
Baca: Kemenristekdikti Akui Kampus Rentan Terpapar Radikalisme