TEMPO.CO, Jakarta - Lapangan Vatulemo, Palu, Sulawesi Tengah yang berada tepat di seberang rumah dinas Wakil Wali Kota Palu Sigit Purnomo alias Pasha Ungu, beralih rupa. Tanah lapang yang biasanya dipakai untuk berbagai acara hiburan hingga agenda formal pemerintah kota itu kini menjadi pengungsian. Ratusan keluarga korban terdampak gempa Palu pada 28 September tinggal di lapangan itu.
Aktivitas para pengungsi sudah dimulai sejak hari sangat muda. Senda gurau anak-anak terdengar sejak subuh. Kemarin, Sabtu pagi, 13 Oktober 2018, di tepi-tepi jalan masuk menuju lapangan, delapan anak berkumpul di arena bermain. Mereka bermain ayunan. “Ayun terus,” kata Cinta, 8 tahun, kepada seorang temannya. Anak perempuan di belakang Cinta cekatan menyorong besi ayun itu. Nisa, 7 tahun, juga bermain ayunan. Tapi Nisa lebih santai menikmati permainannya.
Baca: Ada Doa untuk Korban Gempa Palu di Penutupan Asian Para Games
Hari-hari setelah gempa dan tsunami Palu, mereka lalui tanpa bersekolah. Sejak gempa Palu mengguncang 28 September lalu, sekolah-sekolah di Kota Palu belum aktif. Wali Kota Hidayat, pada Jumat lalu, 12 Oktober 2018, mengatakan aparatur sipil negara dan sejumlah pegawai institusi masih bersiap-siap kembali beraktivitas. Sebabnya, sebagian besar pegawai turut menjadi korban bencana.
Meski tak sekolah, Cinta mengaku senang masih bisa berkumpul dengan teman-temannya di tempat pengungsian. Rumah Cinta hanya sekitar 2 kilometer dari Kantor Wali Kota Palu masih bisa ditinggali. Ibunya tinggal di rumah. Tapi ia memilih tidur di barak pengungsian bersama neneknya.
Baca: Kisah Fatimatuzzarah, Dokter Muda Relawan Gempa Palu
“Rumahku retak, aku takut,” ujar Cinta bercerita kepada Tempo. Meski tenda pengungsian tidak nyaman seperti di rumah, Cinta lebih suka tinggal di barak karena merasa aman. Ia juga dapat bertemu teman-temannya setiap hari.
Di samping arena bermain Cinta dan teman-temannya, pipa air dengan air deras mengucur. Pipa itu menghadap ke pinggir jalan, mengarah ke kantor Wali Kota Palu. Sejumlah pengungsi gempa Palu mengerumuni pipa. Mereka mengantre memandikan bocah, juga antre untuk mencuci perkakas dapur.