TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan polisi memegang Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum sebagai dasar mengeluarkan izin atau tidaknya unjuk rasa. Makanya, polisi bisa membubarkan deklarasi #2019GantiPresiden yang digelar di Pekanbaru, Riau, Sabtu, 25 Agustus 2018.
Baca: Aktivis Bakal Kerahkan Emak-emak untuk Dukung Neno Warisman
"Polri secara tegas menyatakan bahwa tidak menerima surat tanda pemberitahuan penyampaian aksi tersebut," kata Setyo melalui pesan singkat, Ahad, 26 Agustus 2018. Padahal berdasarkan aturan itu, kelompok masyarakat yang ingin mengadakan acara keramaian seperti unjuk rasa harus mengajukan pemberitahuan.
Bahkan, Setyo menegaskan, Polri tak segan untuk membubarkan acara tersebut jika berpotensi menimbulkan gangguan terhadap ketertiban umum. Plus mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Apalagi, Setyo juga melihat sebagian besar masyarakat menolak acara deklarasi #2019GantiPresiden itu karena belum memasuki masa kampanye Pilpres 2019. "Masyarakat juga menyatakan bahwa kampanye harus diisi dengan adu cerdas program. Bukan membuat tagar yang bisa menyinggung dan potensi konflik," kata Setyo. "Banyak gelombang penolakan deklarasi tersebut yang dapat megakibatkan konflik."
Simak: Ketua MPR: Melarang #2019GantiPresiden Tidak Sesuai Demokrasi
Acara dreklarasi #2019GantiPresiden di Riau nyaris berujung ricuh. Kelompok massa gerakan tersebut hampir berbenturan dengan penentangnya. Selain itu, para penentang #2019GantiPresiden bahkan sampai menyegat Neno Warisman, salah satu aktivis gerakan ini, agar tidak bisa menghadiri deklarasi.