Allah sendiri telah menyediakan 'mekanisme' pengaturan bangun dan tidurnya manusia dalam bentuk metabolisme badan kita sendiri. Jadi tidak ada alasan untuk membangunkan orang yang sedang tidur agar bersembahyang - kecuali ada sebab yang sah menurut agama, dikenal dengan nama 'illat. Ada kiai yang menotok pintu tiap kamar di pesantrennya untuk membangunkan para santri.
'Illat-nya: menumbuhkan keiasaan baik bangun pagi, selama mereka masih.di bawah tanggungjawabnya. Istri membangunkan suaminya untuk hal yang sama, karena memang ada 'illat: bukankah sang suami harus menjadi teladan anak-anak dan istrinya di lingkungan rumah tangganya sendiri?
Tetapi 'illat tidak dapat dipukul rata. Harus ada penjagaan untuk mereka yang tidak terkena kewajiban: orang jompo yang memerlukan kepulasan tidur, jangan sampai tersentak. Wanita yang haid jelas tidak terkena wajib sembahyang. Tetapi mengapa mereka harus diganggu? Juga anak-anak yang belum akil baligh (atau tamyiz, sekitar umur tujuh delapan tahunan, menurut sebagian ahli fiqh mazhab Syafi'i).
Baca artikel lain Majalah Tempo di sini
Tidak bergunalah rasanya memperpanjang illustrasi seperti itu: akal sehat cukup sebagai landasan peninjauan kembali 'kebijaksanaan' suara lantang di tengah malam--apalagi kalau didahului tarhim dan bacaan Al Quran yang berkepanjangan. Apalagi, kalau teknologi seruan bersuara lantang di alam buta itu hanya menggunakan kaset! Sedang pengurus masjidnya sendiri tenteram tidur di rumah.
Baca perjalanan kasus Meiliana di kanal Tempo.co