TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, Muhammad Nasir Djamil, berharap kenaikan tunjangan kinerja anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI tidak ada kaitannya dengan proses pemilihan umum (pemilu) 2019, baik pemilihan calon legislatif ataupun pemilihan presiden.
"Jadi mudah-mudahan saja kenaikan tunjangan ini tidak diartikan oleh sebagian orang sebagai upaya pemerintah yang berkuasa sekarang ingin mengambil hati institusi Polri dan TNI guna memuluskan langkah seseorang yang akan mengikuti Pilpres 2019. Mudah-mudahan tidak ada," kata Nasir, Jumat, 13 Juli 2018.
Baca: Tunjangan Kinerja Polri yang Baru Berlaku Mulai Agustus 2018
Menurut Nasir di era yang serba transparan dan terbuka seperti saat ini, sangat berbahaya jika institusi-institusi netral seperti TNI dan Polri bermain api. "Seperti bunuh dirilah jika institusi seperti Polri dan TNI diseret-seret ke ranah politik praktis," katanya.
Dengan demikian, kata Nasir, TNI dan Polri harus menunjukkan komitmennya kepada masyarakat. Menurutnya, tunjangan kinerja ini merupakan uang rakyat. "APBN itu kan hakikatnya uang rakyat. Kita semua dibayar oleh rakyat. Karena itu komitmen TNI dan Polri juga harus untuk rakyat," katanya.
Baca: Tunjangan Polri Naik 70 Persen, Tito Berterima Kasih ke Jokowi
Nasir berujar aparat keamanan negara harus netral serta berpihak kepada kepentingan rakyat dan negara. "Bukan kepada penguasa, apalagi pemerintahan yang berkuasa sekarang. Jangan sampai ke depannya kenaikan tunjangan ini seperti pepatah ada udang di balik batu, ujar dia.
Pada 5 Juni 2018 Presiden Joko Widodo menyampaikan akan menaikkan tunjangan kinerja jajaran TNI dan Polri sebesar 70 persen. Kenaikan itu menyusul pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13.
"Saya umumkan kenaikan tunjangan kinerja TNI Polri semuanya naik 70 persen," kata Jokowi di Mabes TNI Cilangkap saat itu.
RYAN DWIKY ANGGRIAWAN