TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengakui adanya upaya peretasan yang dilakukan hacker terhadap akun Telegram dan WhatsApp milik programmer dan tim informasi dan teknologi (IT) KPU.
Namun, Pramono memastikan tindakan hacker tersebut tak akan mempengaruhi hasil perhitungan suara resmi (real count) di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018. "Enggak akan ada pengaruhnya sama real count. Sebab, hasil resmi itu direkapitulasi secara manual," ujar Pramono di kantornya pada Kamis, 28 Juni 2018.
Baca: Usai Pilkada, Akun Telegram Programmer dan Ahli IT KPU Diretas
Kepada Tempo, salah satu programmer KPU Harry Sufehmi mengaku diteror nomor asing sejak Rabu malam, 27 Juni 2018. Berdasarkan screenshot telepon yang dikirimkan Harry kepada Tempo, ada belasan nomor dengan kode luar negeri yang meneror dirinya dan rekan-rekan programmer dan IT KPU sejak tadi malam. "Kami dapat miscall sampai ratusan kali per jam. Sampai panas sekali dan harus saya matikan," ujar Harry secara terpisah.
Harry bertugas mengendalikan sistem IT untuk pemilihan presiden (pilpres) 2019. Namun, menurut dia, hal yang sama juga dialami programmer dan ahli IT Pusat Ilmu Komputer (Pusilkom) yang menangani sistem IT Pilkada 2018.
Selain itu, menurut Harry, orang tak dikenal tersebut juga berusaha meretas akun Whatsapp dan Telegram miliknya. Salah satu server yang diduga berasal dari Singapura, bahkan sempat membobol Telegram milik Harry sebelum akhirnya diputuskan. "Kami mensinyalir ada upaya mengganggu dan memutuskan komunikasi," ujarnya.
Baca: Begini Penjelasan KPU Jika Kolom Kosong Menang dalam Pilkada
Menurut Harry, inti masalah dalam kasus ini adalah SMS peneror tersebut di luar jangkauan KPU. "Sistem SMS (protokol SS7) bisa di-hack. Akibatnya, semua yang terkait SMS (Facebook, WhatsApp, Telegram, dll) jadi bisa kena hack via kode rahasia yang dikirim via SMS," ujar Harry.
Dalam kasus ini, Harry mengatakan KPU sedang dalam proses membuat laporan ke Mabes Polri. Namun ia memprediksi penyelidikan akan sangat sulit dilakukan. "Sebab, proses hacking-nya dilakukan via luar negeri yang melibatkan server di Singapura, Amerika, dan negara lainnya," kata dia.