TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia atau PSI Raja Juli Antoni mengharapkan program penggalangan dana untuk membiayai ongkos politik yang diluncurkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tidak dijadikan sarana untuk menutupi kemungkinan masuknya aliran “dana hitam”.
Toni menduga banyak pengusaha yang kerap memainkan proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sepakat mendanai lawan politik Presiden Joko Widodo di 2019. Menurut dia, para pengusaha ini tidak suka terhadap pemerintahan Jokowi karena menutup celah mereka untuk korupsi.
Baca juga: Prabowo: mungkin Tinggal Gerindra yang Bicara Soal Pasal 33
"Mereka marah karena rezeki haram mereka dipangkas Pak Jokowi," kata Toni lewat pesan pendek, Jumat, 22 Juni 2018.
Toni menuturkan para pengusaha itu mendukung gerakan kebencian yang diarahkan kepada Jokowi dengan tujuan akhir mengganti presiden pada 2019. "Jadi sekali lagi saya apresiasi penggalangan dana publik itu selama tidak dijadikan alasan ‘cuci uang haram’," ucapnya.
Baca juga: Prabowo kalah dari Jokowi, Gerindra: Kami Punya Survei Sendiri
Ia berujar program donasi Gerindra itu bukan hal yang baru. Sebelum Gerindra, kata Toni, sudah banyak pihak yang melakukan hal serupa.
"2014 Pak Jokowi sudah melakukannya. Pak Ahok pada pilkada lalu juga mampu mendanai ongkos politiknya melalui ‘patungan rakyat’," ujar Toni.
Selain itu, kata dia, PSI lebih dahulu melakukannya melalui crowdfunding dan meminta publik berdonasi dengan membeli Kartu Sakti (Kartu Solidaritas Antikorupsi dan Intoleransi).
Baca juga: Nama Jokowi, JK, Prabowo, Gatot, dan CT di Bursa Partai Demokrat
"Jadi apa yang dilakukan Gerindra dan Pak Prabowo adalah ide baik meski tidak baru," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengumumkan pihaknya membuka donasi untuk membiayai ongkos politik di pemilihan kepala daerah serentak 2018. Ia beralasan Gerindra butuh bantuan finansial guna memberi upah kepada para saksi yang ditempatkan di semua tempat pemungutan suara (TPS).