TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana akan mendaftarkan gugatan terhadap Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi. Denny beralasan mengajukan gugatan ini untuk mengembalikan pemilihan umum langsung ke tangan rakyat.
“Bagaimana kehendak rakyat yang menginginkan ada banyak pilihan capres, tidak seperti sekarang yang terbatasi karena aturan ini,” kata Denny saat dihubungi, Rabu, 13 Juni 2018. Pasal presidential treshold dalam Undang-Undang tentang Pemilu mensyaratkan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara sah pemilu.
Baca: MK Gelar Sidang Lanjutan Uji Materi UU Pemilu
Gugatan terhadap pasal presidential threshold bukan kali ini saja terjadi. Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra sebelumnya pernah menggugat pasal ini ke MK pada 2017. Yusril saat itu berargumen pasal tersebut inkonstitusional dan bertentangan dengan Pasal 6A ayat (1) dan Pasal 22e UUD 1945. Selain Yusril, Partai Idaman bentukan Rhoma Irama juga pernah mengajukan gugatan terhadap pasal ini. Namun, MK menolak gugatan tersebut.
Denny mengatakan telah menyiapkan sekitar enam argumen baru dalam gugatannya ini. Salah satu argumen yang akan dia pakai adalah peraturan ini membuka peluang munculnya calon presiden tunggal.
“Padahal namanya pemilihan secara logika minimal harus dua calon, bukan satu. Peluang munculnya satu calon presiden harus dicegah,” kata dia. Adapun batu uji yang akan dia pakai dalam gugatannya adalah Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur soal pemilihan calon presiden dan wakil presiden.
Lihat: Rhoma Irama Gugat UU Pemilu karena Ingin Jadi Calon Presiden
Denny mengatakan permohonan uji materiil terhadap pasal tersebut akan dia daftarkan hari ini atau paling lambat besok. Dia mengatakan selain dirinya ada 12 tokoh lain yang akan tercantum sebagai pemohon, antara lain mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M. Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto, mantan Menteri Keuangan M. Chatib Basri, serta akademisi Faisal Basri dan Rocky Gerung.
AJI NUGROHO