TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Islam Damai Aman (Idaman) Rhoma Irama mendaftarkan uji materi Undang-Undang Pemilihan Umum 2019 ke Mahkamah Konstitusi, Rabu, 9 Agustus 2017 pukul 10.30. Rhoma meminta MK menguji pasal-pasal terkait ambang batas pencalonan presiden dan verifikasi partai politik yaitu Pasal 173 ayat 1, Pasal 173 ayat (3) dan Pasal 222.
Menurut Sekretaris Jenderal Partai Idaman Ramdansyah, partainya mengalami kerugian konstitusional bila undang-undang tersebut berlaku. Partai Idaman yang hendak mencalonkan Rhoma Irama sebagai calon presiden 2019, terhambat aturan di Pasal 222 tentang presidential threshold sebesar 20 persen.
Baca: Ditanya Soal Maju Jadi Capres 2019, Begini Jawaban Rhoma Irama
"Pasal 222 UU Pemilu 2019 ini nyata-nyata memangkas hak konstitusional Partai Idaman yang telah memutuskan dalam rapat pleno untuk mengusung Rhoma Irama sebagai calon presiden," katanya dalam keterangan tertulisnya.
Sebab, kata Ramdansyah, Pasal 222 UU a quo ini hanya memberikan kesempatan untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden kepada partai politik yang memilki kursi di DPR berdasarkan hasil pemilu 2014. Ramdansyah menilai aturan tersebut tidak relevan dan kadaluwarsa lantaran pilpres dan pileg 2019 berlangsung serentak.
"Sehingga dalam posisi demikian maka seluruh partai politik dalam posisi yang sama, yakni 0 persen kursi atau 0 persen suara sah (dimulai dari nol)," ucapnya.
Simak: Rhoma Irama Beri Sinyal Bakal Maju Pilpres 2019
Terkait aturan mengenai verifikasi partai, Partai Idaman meminta frasa “telah ditetapkan” pada Pasal 173 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Partai Idaman meminta pula agar MK memutuskan Pasal 173 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Ramdansyah menjelaskan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu mengatur partai politik peserta pemilu ditetapkan atau lulus verifikasi oleh KPU. Sedangkan di Pasal 173 ayat (3) partai politik yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai partai peserta Pemilu.
Ia menilai ketentuan Pasal 173 ini bersifat diskriminatif dikarenakan partai politik yang baru berbadan hukum diwajibkan untuk ikut verifikasi untuk menjadi peserta pemilu 2019, sedangkan Partai politik peserta pemilu 2014 tidak diwajibkan.
Lihat: Rhoma Irama Harap Partai Idaman Jadi Pemersatu Bangsa
"Ketentuan ini nyata-nyata telah melanggar asas hukum yang bersifat universal yakni asas lex non distinglutur nos non distinguere debemus, hukum tidak membedakan dan karena itu kita harus tidak membedakan," ucapnya.
Seluruh partai politik baik yang baru dan lama wajib diversifikasi ulang. Sebabnya pada Pemilu 2019 ada penambahan satu provinsi dan 11 kabupaten/kota hasil pemekaran 2015. "Jelas ada perbedaan geopolitis," kata Ramdansyah.
AHMAD FAIZ