TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Forum Rektor Indonesia Dwia Aries Tina Pulubuhu menyatakan siap bersama-sama dengan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir membahas masalah radikalisme di dalam kampus. Menristedkti akan mengumpulkan semua rektor perguruan tinggi negeri se-Indonesia untuk membahas hal tersebut pada 25 Juni 2018 mendatang.
“Saya sangat setuju dengan upaya Menristekdikti. Untuk melawan radikalisme kampus, kami memang harus aktif dalam beraksi. Menyatakan sikap menolak radikalisme saja belum cukup,” ujar Dwia saat dihubungi Tempo pada Kamis, 7 Juni 2018.
Baca: BNPT Sebut Ada Rektor yang Terindikasi ISIS
Menurut Rektor Universitas Hasanuddin Makassar ini, peristiwa penggeledahan tim Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror di Gelanggang Mahasiswa Universitas Riau pada Sabtu pekan lalu, membuat pihaknya merasa kecolongan. Penggeledahan itu berujung pada penangkapan tiga terduga teroris di gelanggang mahasiswa. “Dengan fakta yang terjadi di UNRI, kami seakan merasa kecolongan. Rupanya radikalisme bisa menyusup di kampus dengan memanfaatkan otoritas kebebasan,” ujar Dwia.
Untuk itu, ujarnya, saat ini segenap populasi kampus harus siaga ‘pasang badan’ menangkal radikalisme di sekitar kampus. “Perlu aksi penguatan kembali ideologi Pancasila bagi populasi kampus,” ujarnya.
Baca Juga:
Seperti dikutip dari majalah Tempo edisi 28 Mei-3 Juni 2018 yang berjudul "Paham Radikal di Kampus Kita", Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mensinyalir semua perguruan tinggi di Jawa dan Sulawesi terpapar paham radikalisme berbasis agama, walaupun kadar paparan radikalisme masing-masing kampus berbeda
Temuan BNPT ini sejalan dengan survei Badan Intelijen Negara yang dirilis April lalu. Dari 20 perguruan tinggi yang disurvei di 15 provinsi selama 2017, sebanyak 39 persen mahasiswa antidemokrasi dan tak setuju Pancasila menjadi dasar negara Indonesia.
Baca: UGM Antisipasi Teroris Masuk Kampus
Menurut Direktur Jenderal Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Hamli, data itu merupakan akumulasi masuknya paham radikalisme ke kampus sejak 30 tahun lalu. Selain Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan UIN Alauddin, kampus yang paling parah paparan radikalismenya adalah Institut Pertanian Bogor (IPB). Kampus negeri ini merupakan rumah lahir Hizbut Tahrir Indonesia pada 1982.
Untuk itu, Nasir mengatakan, dia sudah datang langsung ke IPB dan meminta data terkait dengan radikalisme tersebut. Namun ia menyebut belum mendapatkan hasil. "Jadi itu masih indikasi. Makanya nanti tanggal 25 saya panggil semua rektor," ujar Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.