TEMPO.CO, Jakarta - Abdul Rosyid Wahab terpilih sebagai penerima penghargaan Maarif Award 2018. Pria yang akrab disapa Abah Rosyid itu merupakan tokoh muslim asal Sikka, Maumere, Nusa Tenggara Timur, yang dinilai punya komitmen tinggi terhadap pluralisme.
Abah Rosyid, 81 tahun, dinilai sebagai sosok biasa, tapi memiliki pengaruh yang luar biasa. "Sosok Abah dipilih karena mempunyai kontribusi besar di tingkat lokal," kata juri Maarif Award, Rahmawati Husein, saat mengumumkan penerima Maarif Award di gedung Metro TV, Jakarta, Ahad, 27 Mei 2018.
Baca juga: Maarif Award: Mencari Orang Biasa Yang Luar Biasa
Abdul Rosyid dikenal sebagai sosok pelintas batas primordial dan promotor toleransi antar-umat beragama di Kabupaten Sikka, Maumere, NTT. Jejak Abah merentang dari pencegahan konflik suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), pendampingan bencana alam Rokatenda, hingga mempelopori lembaga pendidikan Muhammadiyah di Maumere, yang 80 persen pelajarnya beragama Katolik dan Kristen.
"Pluralisme Abah Rosyid adalah pluralism in action," kata seorang juri, Sudhamek AWS.
Salah satu yang berpengaruh, menurut dewan juri, adalah saat Abah Rosyid dinilai mampu meredakan konflik pencemaran Hosti pada 1995. Abah Rosyid mampu meredakan umat Islam Maumere supaya tidak larut dalam konflik tersebut.
Menanggapi penghargaan yang ia terima, Abah Rosyid mengatakan niat melakukan hal tersebut sesuai dengan agama yang dia anut. Menurut Abah, apa pun yang dikerjakan semuanya harus diniatkan kepada Allah. Selanjutnya, menurut Abah, hal yang dilakukannya itu untuk kemaslahatan masyarakat di tempatnya tinggal.
Baca juga: Tiga Aktivis Perdamaian Terima Maarif Award
"Saya ini orang biasa, lebih rendah dari orang biasa," ujarnya.
Abah bercerita dirinya merenung saat diundang datang dalam penganugerahan Maarif Award di Jakarta. Menurut Abah, penghargaan tersebut bisa diraih karena dia selalu berada dalam kebersamaan.
"Dalam kebersamaan itulah saya merasa bermanfaat," ucapnya.
Dewan juri Maarif Award tahun ini adalah Sudhamek AWS, Clara Joewono, Arif Zulkifli, Rahmawati Husein, dan Masril Koto.