TEMPO.CO, Jakarta - Elemen sipil prodemokrasi menilai agenda reformasi gagal dilaksanakan dengan sempurna. Salah satu pekerjaan rumah yang belum tuntas adalah pelanggaran HAM masa lalu. Pada peringatan 20 tahun reformasi yang digelar kemarin, mereka menuntut Presiden Jokowi menuntaskan masalah ini.
Menurut Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa hal yang bisa dikerjakan dalam jangka pendek dan menengah adalah menuntaskan kasus pelanggaran HAM. "Penyelidikan kasus ini sudah selesai di Komnas HAM dan Kejaksaan Agung seharusnya mengawal," kata dia dalam peringatan 20 tahun reformasi di Monas, Jakarta, 21 Mei 2018.
Baca juga: Amien Rais Ungkap Sosok Menteri yang Setia Dampingi Soeharto
Alghiffari mengatakan kasus ini sudah bisa diselesaikan jika ada tekad dari Presiden Joko Widodo. "Seharusnya bisa diselesaikan jika ada political will," ujarnya.
Dia percaya penuntasan kasus pelanggaran HAM akan membuat Indonesia semakin dewasa. Masalah lainnya di negara ini dinilai bisa lebih mulus akibat adanya konsolidasi dan rekonsiliasi nasional jika pelanggaran HAM dituntaskan.
Kasus pelanggaran HAM yang masih tertunda saat ini antara lain terjadi pada tragedi 1998-1999 dan kasus penculikan aktivis pro demokrasi. Pemerintah diminta menerbitkan Keputusan Presiden tentang Rehabilitasi Umum untuk Korban pelanggaran HAM berat khsususnya korban tragedi 1965 dan menggelar pengadilan HAM ad hoc sesuai UU Nomor 2 Tahun 2000.
Pemerintah juga diminta memberikan hak kepada korban berupa rehabilitasi, reparasi, dan pengungkapan kebenaran. Korban juga perlu mendapatkan kompensasi serta jaminan tak ada keberulangan seperti dijamin UU Nomor 39 Tahun 1999 dan UU LPSK Nomor 13 Tahun 2006 serta amandemen UU LPSK Nomor 31 Tahun 2014.
Panitia Bersama 20 Tahun Reformasi mencatat pekerjaan lain yang harus dilakukan adalah membersihkan pemerintah dari kebangkitan neo Orde Baru. Indonesia tak boleh kembali ke rezim represif, koruptif, anti Demokrasi, dan anti HAM.
Baca juga: LBH: Publik Lupa Kejamnya Soeharto
Setiap kebijakan yang bertentangan dengan HAM dan Demokrasi perlu dievaluasi. Beleid yang dimaksud antara lain rancangan KUHP dan RUU Anti Terorisme. Keduanya berpotensi melanggar HAM.
Ruang demokrasi perlu dibuka seluas mungkin dengan menghormati kebebasan berpikir, berpendapat, berkumpul, dan berorganisasi. Hak atas ruang setiap warga negara perlu dihormati dan partisipatif, memberdayakan, dan membangun kemandirian dalam setiap kebijakan pembangunan harus ditegakkan.
Persekusi terhadap warga negara dengan dalih apapun harus dihentikan. Pemberian stigma kepada aktivis pro demokrasi dan aktivis HAM khususnya korban pelanggaran HAM 1965-1966 harus dihentikan.
Terkait supremasi hukum, negara diminta serius memberantas korupsi. Masyarakat tak boleh lupa bahwa KKN menjadi salah satu penyebab Indonesia terpuruk di bawah Orde Baru.
Pekerjaan rumah lainnya adalah menjamin perlindungan terhadap hak LGBT, difabel, buruh migran, dan kelompok rentan lainnya. Khusus untuk buruh, pemerintah dinilai harus memberikan upah layak, mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015, serta menghapus sistem kerja kontrak, outsourcing, dan magang.