TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secepatnya menuntaskan kasus dugaan suap yang melibatkan Nurhadi, sekretaris Mahkamah Agung (MA) periode 2011-2016.
KPK telah memeriksa Nurhadi sebagai saksi untuk tersangka chairman PT Paramount Enterprise Indonesia, Eddy Sindoro, pada 2016. Namun, hingga kini, pemeriksaan kasus dugaan suap Nurhadi tidak terdengar kelanjutannya. Bahkan Nurhadi tidak diketahui keberadaannya.
“KPK mendapat tekanan yang hebat untuk menghentikan kasus Nurhadi. Sebagai institusi pemberantasan korupsi, KPK seharusnya konsisten mengusut tuntas kasus Nurhadi walaupun besar halangannya,” kata Boyamin di Jakarta pada Senin, 21 Mei 2018.
Boyamin berharap KPK tetap obyektif dan tak pandang bulu menjalankan tugasnya dalam pemberantasan korupsi, termasuk jajaran pejabat di bidang penegakan hukum yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum.
“Kasus Nurhadi sengaja dibuat berlarut-larut. Tidak usah kasus Nurhadi, Eddy Sindoro yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, belum bisa ditangkap.
“Kabarnya, Eddy Sindoro berada di luar negeri. Tapi saya pastikan Eddy Sindoro tidak berada di luar negeri. Seharusnya KPK bekerja lebih keras dan bersungguh-sungguh dalam penanganan kasus ini,” kata Boyamin.
Seperti diberitakan, kasus Nurhadi bermula dari putusan MA pada 31 Juli 2013 saat PT Across Asia Limited (AAL) dinyatakan pailit. Meski lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT AAL tidak mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke MA.
Eddy Sindoro diduga memberikan uang US$ 50 ribu kepada Edy Nasution, yang saat itu menjabat panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terkait dengan pengajuan PK atas perkara AAL melawan PT First Media. Suap ini dilakukan agar Edy Nasution dapat mengurus pengajuan PK PT AAL di MA meski sudah melewati batas waktu.
Kasus suap itu terungkap setelah KPK membekuk Edy Nasution dan nama Nurhadi terseret dalam kasus itu.
Setelah penangkapan Edy Nasution, KPK menggeledah rumah mewah Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan menemukan sejumlah bukti, termasuk uang Rp 1,7 miliar, yang di antaranya ditemukan di toilet.
DON