TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sholahudin Al-Ayub mengatakan masyarakat tetap berkewajiban memakamkan jenazah terduga teroris. Kewajiban itu, kata dia, harus dilakukan meskipun pelaku telah melakukan aksi teror di masyarakat.
“Tindakan terorisme tidak sampai merusak keislaman pelakunya. Artinya, dia masih tetap Islam, maka wajib hukumnya bagi umat Islam yang hidup menguburkannya apabila ia mati,” katanya saat dihubungi Tempo, Sabtu, 19 Mei 2018.
Baca: Tri Rismaharini Minta Fatwa MUI Soal Pemakaman Terduga Teroris
Sebelumnya, warga di sekitar Makam Putat Gede, Jarak, Sawahan, Surabaya, menolak rencana pemakaman jenazah terduga teroris di tempat pemakaman umum setempat. Bahkan warga Putat Jaya datang ke makam dan kembali menutup lubang pemakaman yang sudah digali.
Awalnya, lubang makam itu untuk mengubur jenazah Dita Oepriarto. Dita diduga menjadi pemimpin di balik pengeboman Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro, Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jalan Arjuno pada Ahad, 13 Mei 2018.
Dita bersama istri dan empat anaknya meninggal akibat bom bunuh diri di tiga gereja tersebut. Mereka tinggal di Wisma Indah Blok K-22, Wonorejo, Rungkut, Surabaya.
Baca: Bila Tak Diambil Keluarga, Polisi Bakal Kuburkan Jenazah Teroris
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan tidak berani memakamkan jenazah teroris tersebut karena khawatir timbul gesekan di masyarakat. Ia mengatakan akan menunggu fatwa dari MUI mengenai pemakaman jenazah di Kota Pahlawan tersebut. “Kalau fatwa MUI membolehkan, kami harus jelaskan kepada masyarakat," ujarnya.
Ayub mengatakan hukum mengurusi jenazah para teroris beragama Islam bersifat wajib. “Wajibnya adalah kifai atau fardhu kifayah,” ucapnya. Terkait dengan fatwa yang diminta Risma, Ayub menuturkan, "Komisi Fatwa MUI Pusat belum membahasnya."