TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan upaya pengajuan permohonan banding atas gugatan dalam perkara pencabutan pengesahan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan bagian dari proses hukum yang menjadi hak HTI. "Itu hak mereka. Pemerintah tidak ada intervensi terhadap proses hukum. Begitu juga presiden," ucap Moeldoko di Jakarta, Senin, 7 Mei 2018.
Pemerintah, ujar Moeldoko, tak mempunyai sikap apa pun atas putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara yang menolak gugatan HTI terhadap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam persidangan di PTUN, Jakarta. "Semua diserahkan ke proses hukum. Itu yang terbaik," tuturnya.
BACA:Yusril Ihza: Pemerintah Bisa Kalah Lawan HTI, Alasannya...
Hizbut Tahrir Indonesia sebelumnya menggugat keputusan Kementerian Hukum dan HAM yang mencabut pengesahan pendirian perkumpulan HTI. Keputusan Kementerian Hukum itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU -30.AHA.01.08.2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Perkumpulan HTI.
Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam amar putusannya menolak gugatan itu secara keseluruhan. Hakim Tri Cahya Indra Permana dalam persidangan mengatakan majelis hakim juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 455 ribu.
Juru bicara HTI, Ismail Yusanto, mengatakan organisasinya bakal mengajukan permohonan banding atas putusan majelis hakim. "Bagi kami, yang adil adalah hakim memenuhi gugatan HTI karena keputusan pemerintah mencabut status BHP HTI tanpa dasar," ucap Ismail Yusanto.
Selepas persidangan di PTUN, Ismail di depan ratusan anggota HTI berujar, “Putusan majelis hakim harus kami tolak karena mempermasalahkan dua hal, yaitu kegiatan dakwah dan ide khilafah."
IMAM HAMDI | CAESAR AKBAR