TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Muradi, mengatakan deklarasi gerakan #2019GantiPresiden bukan ancaman yang serius bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Posisinya akhirnya tidak menjadi ancaman yang serius karena gerakannya masih belum terstruktur dengan baik. Gerakan sifatnya lebih karikatif, ketimbang memenuhi target yang lebih terstruktur," kata Muradi saat dihubungi, Ahad, 6 Mei 2018.
Baca: Relawan #2019GantiPresiden Deklarasi, Relawan Jokowi Tak Diam
Muradi menyoroti empat hal dalam gerakan #2019GantiPresiden. Pertama, soal orang yang akan menjadi pengganti. Muradi mengatakan gerakan itu seharusnya berani menunjuk atau minimal menyebutkan nama calon pengganti presiden.
Jika sudah ditunjuk, akan ada calon yang dapat menjadi ukuran. Muradi menilai partai politik memiliki sifat elektoral yang dapat diukur.
Kedua, dari segi momentum, gerakan tersebut terus bergerak membangun nama tanda pagar tersebut.
Ketiga, menurut Muradi, yang perlu diperhatikan soal eskalasi dari gerakan itu. Muradi menilai gerakan #2019GantiPresiden masih berkutat dalam internal mereka sendiri karena tidak menyebut nama figur pengganti.
Keempat, soal partai politik. Muradi melihat nama partai yang muncul saat ini dalam gerakan tersebut adalah Partai Keadilan Sejahtera dan Gerindra. Menurut Muradi, Gerindra tetap ingin mengganti presiden dengan Prabowo Subianto. Sedangkan, menurut Muradi, ada juga ada fraksi lain yang menjadi pendukung Gerindra, ada kerja sama dan sebagainya.
Baca: Gerakan #2019GantiPresiden Pertimbangkan Dukungan ke Jokowi
"Kalau kemudian ikut dari fraksi-fraksi itu, peluang untuk menggeser, peluang untuk mengurangi dukungan, dan sebagainya menjadi besar. Kalau mereka tidak digandeng situasinya akan lebih sebagai bagian dari lelucon politik, ketimbang gerakan yang sifatnya lebih masif," kata Muradi.
Seperti diketahui, sekitar 500 orang menghadiri deklarasi gerakan #2019GantiPresiden pada Ahad, 6 Mei. Politikus PKS, Mardani Ali Sera, merupakan penggagas gerakan #2019GantiPresiden.