TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih punya pekerjaan rumah untuk mengungkap peran Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. ICW menilai KPK masih perlu menjerat Setya dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"KPK masih punya pekerjaan lain, yaitu menjerat Setnov dengan UU TPPU," kata Koordinator ICW Adnan Topan Husodo di Kedutaan Besar Inggris, Jakarta, Rabu, 2 Mei 2018.
Baca: Pengacara Sebut Setya Novanto Segera Dipindahkan ke Sukamiskin
Setya Novanto telah divonis pidana pokok 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim menyatakan Setya telah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi karena telah melakukan korupsi secara bersama-sama yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan keuangan negara.
Dalam sidang tuntutan, jaksa KPK, Irene Putri, menyatakan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya bercitarasa pencucian uang. Dia berujar, selama persidangan, muncul fakta adanya metode baru untuk mengalirkan duit hasil kejahatan dari luar negeri tanpa melalui sistem perbankan nasional.
Baca: Kata KPK Soal Kasus Setya Novanto Bercita Rasa Pencucian Uang
Duit haram itu, tutur Irene, mengalami perjalanan berliku melintasi enam negara, yakni Indonesia, Amerika Serikat, Mauritius, India, Singapura, dan Hong Kong. "Untuk itu, tidak berlebihan rasanya jika penuntut umum menyimpulkan inilah korupsi bercitarasa tindak pidana pencucian uang," ucap Irene.
Adnan mengatakan KPK perlu mendalami dugaan TPPU dalam tuntutan jaksa itu. Dia berujar, bila KPK berhasil menjerat Setya Novanto dengan UU TPPU, pengembalian kerugian negara akan semakin besar. "Kalau itu tidak diperdalam, pengembalian asetnya akan kecil dan itu merugikan negara," tuturnya.