TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menemui para buruh yang mewakili berbagai elemen serta organisasi buruh dan pekerja pada peringatan Hari Buruh atau May Day 1 Mei 2018. Mereka menemui perwakilan dua kelompok buruh di Istana Kepresidenan.
Perwakilan kelompok buruh pertama yang diterima adalah Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) Rieke Dyah Pitaloka. "Mereka membuat lima maklumat pekerja untuk disampaikan kepada Presiden Jokowi," ujar Moeldoko, seperti dilansir dari keterangan tertulis, pada Selasa, 1 Mei 2018.
Maklumat itu antara lain berisi desakan untuk membentuk badan riset nasional tentang cetak biru industri di Indonesia, mewujudkan upah yang layak dan perlindungan terhadap tenaga kerja, serta meminta Menteri Tenaga Kerja lebih ketat membuat aturan tentang tenaga kerja asing. Para buruh juga mendesak pemerintah menurunkan komite pengawas tenaga kerja serta mengangkat para tenaga honorer yang telah bekerja bertahun-tahun untuk menjadi pegawai negeri sipil.
Baca: Didukung Buruh, Prabowo Bicara Soal Ketimpangan Kekayaan
Moeldoko menuturkan mereka juga memberi mandat kepada Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan aset negara. Presiden diminta mengelola BUMN sesuai dengan mandat konstitusi, yakni untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Kelima butir maklumat yang tertuang dalam selembar kertas tersebut kemudian diserahkan Rieke kepada Menteri Hanif untuk diteruskan kepada Presiden Jokowi. Hanif pun berjanji meneruskannya kepada Presiden.
Perwakilan kelompok buruh lain yang diterima adalah Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), yang dipimpin Presiden KSBSI Mudhofir Khamid, dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), yang dipimpin Almansyur DD dan Hermanto.
Baca: Pemerintah Diminta Buka MoU dengan Cina soal Tenaga Kerja
Pertemuan itu sempat menyinggung soal peraturan presiden tentang tenaga kerja asing (TKA). KBSBI menilai tidak ada yang salah dari Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 itu, tapi implementasinya dinilai tak tepat.
"Perpres itu melindungi tenaga kerja Indonesia. Hanya, waktunya tidak tepat karena bersamaan dengan tahun politik," ujar Mudhofir. Perpres itu kemudian menimbulkan persepsi yang berbeda-beda dan dimanfaatkan oleh berbagai kelompok.
Moeldoko dan Hanif juga menerima tuntutan kelompok buruh tersebut. Tuntutannya antara lain pelibatan asosiasi dan konfederasi buruh/pekerja dalam setiap kebijakan pemerintah menyangkut perburuhan, perubahan upah minimum dan kebijakan upah yang berpihak kepada pekerja, serta pengetatan Perpres Nomor 20 Tahun 2018 melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja.
Baca: Tonggak Hari Buruh Berawal di Haymarket, Chicago 132 Tahun Silam
Dalam kesempatan itu, Moeldoko menjelaskan, kebijakan pembangunan yang dijalankan pemerintah berfokus pada pembangunan sumber daya manusia, termasuk pekerja. Pemerintah telah mendorong program vokasi supaya tenaga kerja Indonesia kita lebih kuat di keterampilan, terutama di era teknologi dan digitalisasi seperti sekarang ini.
Terkait dengan Perpres, Moeldoko berpesan khusus. “Jangan bilang ‘konon’, ‘saya dengar’. Tolong dibaca dengan baik Perpres itu. Spiritnya melindungi pekerja Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Hanif mengatakan pihaknya berencana membentuk satuan tugas yang bertanggung jawab mengawasi penggunaan tenaga kerja asing di wilayah Republik Indonesia.
Di luar segala tuntutan para buruh itu, Hanif mengucapkan terima kasih kepada para pimpinan kelompok buruh dan serikat pekerja yang turun ke jalan dan mampu menjaga situasi secara kondusif, aman, dan damai. Terkait dengan tuntutan para pekerja, Hanif berjanji pemerintah akan melakukan kajian yang mendalam.
Baca: Demo May Day, PKS Tuntut Pencabutan Perpres Tenaga Kerja Asing