TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Taipei Employment Service Institute Association Arco JK Chen mengeluhkan pembatasan kuota pelayanan paspor di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei, Taiwan. Ia mengeluhkan pembatasan kuota pelayanan paspor yang hanya 200 aplikasi per hari.
"Akibat pembatasan kuota, para pekerja migran Indonesia dan agen, mereka harus mengantre sejak dinihari. Ini sangat merepotkan," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad, 29 April 2018.
Baca: Menteri Yasonna Uraikan Sebab Over Kuota Permintaan Paspor
Arco, yang bertemu dengan ketua tim pengawas dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk tenaga kerja Indonesia (TKI), Fahri Hamzah, pun mempertanyakan jangka waktu paspor pekerja migran Indonesia yang hanya berlaku selama lima tahun. "Jangka waktu tersebut singkat," ujarnya. Padahal, menurut dia, di sejumlah negara, masa berlaku paspor bisa mencapai 10 tahun.
Fahri menyatakan bakal memperbaiki layanan di KDEI Taipei dengan memperluas pelayanan di beberapa wilayah. Menurut dia, peluang kerja bagi pekerja migran Indonesia di Taiwan sangat besar. "Peluang ini harus kita manfaatkan semaksimal mungkin," ucap Wakil Ketua DPR itu.
Fahri melakukan kunjungan kerja untuk pengawasan TKI di Taiwan. Ia bertemu dengan sejumlah organisasi pekerja sekaligus melakukan pembahasan terkait dengan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Tenaga Kerja Migran Indonesia. "Pekerja migran Indonesia ini banyak diminati pemberi kerja di Taiwan. Gaji yang diperoleh PMI (pekerja migran Indonesia) di Taiwan termasuk yang tertinggi dibandingkan negara penempatan di kawasan Asia Pasifik lainnya," tutur Fahri.
Baca: Urus Paspor Lebih Dekat, Bojonegoro Kini Ada Kantor Imigrasi
Berdasarkan data KDEI Taipei, jumlah pekerja migran Indonesia di Taiwan mencapai 259.794 orang. Sebanyak 57.430 di antaranya pekerja manufaktur, 8.571 anak buah kapal, 848 pekerja konstruksi, 2,792 pekerja panti jompo, 188.859 caregiver, dan 1.294 penata laksana rumah tangga.
Kepala KDEI Taipei Robert James Bintaryo meminta semua keluhan diadukan secara tertulis kepada Kementerian Ketenagakerjaan. Tujuannya, kata dia, agar dapat dibahas dalam Joint Task Force pada Mei 2018. "Kami bersama Kemenaker dan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) akan menindaklanjuti keluhan rekan asosiasi agensi tenaga kerja Taiwan," ujarnya.