TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan pernyataan Setya Novanto terkait nama-nama baru sebagai penerima aliran dana korupsi proyek e-KTP itu baru babak penyisihan. Sebab, kata Emerson, dari nama-nama yang disebutkan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hanya sekitar 10 persen saja yang sudah diperiksa.
"Di BAP ada 72 nama, sedangkan KPK baru memeriksa delapan orang saja," kata Emerson saat ditemui di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu, 24 Maret 2018.
Baca: Kasus E-KTP, Jokowi Persilakan KPK Proses Puan dan Pramono
Menurut dia, nama-nama baru yang muncul dan tidak ada di BAP juga harus diperiksa. KPK, kata dia, harus menindaklanjuti keterangan Setya dengan menelusuri dan mencari bukti-bukti keterlibatannya.
Sebelumnya, terdakwa kasus korupsi e-KTP, Setya menyebutkan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Puan Maharani dan Pramono Anung, ikut menerima dana e-KTP. Nama Puan dan Pramono sebelumnya tidak ada di dalam BAP persidangan.
“Itu untuk Puan Maharani U$ 500 ribu dan Pramono Anung U$ 500 ribu,” kata Setya saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis, 22 Maret 2018.
Baca: Saut: KPK Akan Dalami Nama-nama yang Disebut Setya Novanto
Saat dikonfirmasi, Puan Maharani yang ditemui di kantornya pada Jumat, 23 Maret 2018, membantah tudingan Setya. Puan mengatakan apa yang disampaikan Setya tidak berdasar.
Kata Emerson, semua yang dituduh menerima dana e-KTP pasti akan membantah. Karena itu, ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap bergerak mencari bukti. "Kalau ada bukti dan fakta cukup, telusuri," ujar peneliti ICW ini.