TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkap upaya Setya Novanto yang pernah meminta perlindungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Menurut dia, Setya Novanto pernah beberapa kali meminta tolong untuk dihubungkan dengan Jokowi.
Salah satunya terjadi saat pernikahan putri Jokowi, Kahiyang Ayu, di Solo, 8 November 2017. Kala itu, Novanto menyampaikan bakal mengirim surat perlindungan hukum kepada Jokowi. Novanto yang saat itu menjabat Ketua DPR, kata Pramono, meminta agar saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hendak memeriksanya harus ada izin dari presiden terlebih dahulu.
Baca juga: Setya Novanto: Ada Uang E-KTP ke Puan Maharani dan Pramono Anung
"Tapi saya tidak jawab," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 22 Maret 2018.
Upaya mengirimkan surat itu akhirnya dibuka sendiri oleh Novanto setelah menjalani pemeriksaan di KPK setelah dirinya ditetapkan menjadi tersangka, 20 November 2017. Ia mengatakan sudah melakukan berbagai langkah hukum dan meminta perlindungan kepada Kepala Kepolisian, Jaksa Agung, hingga Presiden.
Namun Pramono mengatakan hingga saat ini Novanto tidak pernah mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Jokowi. "Minta tolong, bukan melindungi, ya. Anggap saja surat itu tidak ada karena memang kami juga akhirnya tidak menerima surat itu," tuturnya.
Setya Novanto kini menjadi terdakwa dalam perkara korupsi e-KTP yang ditaksir merugikan negara Rp 2,3 triliun. Dalam lanjutan sidangnya Kamis pagi, 22 Maret 2018, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Novanto menyebut ada aliran dana untuk Pramono dan Puan Maharani.
Novanto menuturkan uang tersebut diberikan oleh pengusaha Made Oka Masagung, yang kini telah menjadi tersangka, kepada Pramono dan Puan masing-masing US$ 500 ribu. Pramono membantahnya dan mengatakan tidak memiliki kaitan apapun dengan proyek itu.
Baca juga: Sambil Menangis, Setya Novanto Minta Maaf kepada Masyarakat
Saat pembahasan e-KTP pada 2011-2012, Pramono menerangkan dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua DPR yang mengkoordinasikan Komisi IV sampai Komisi VII terkait bidang Perindustrian dan Pembangunan. Adapun pembahasan e-KTP dilakukan di Komisi II yang membidangi pemerintahan dan dalam negeri.
"Saya sama sekali tidak berhubungan dengan Komisi II dan juga sama sekali tidak berhubungan dengan Badan Anggaran," ucapnya.