TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kabinet Pramono Anung meminta terdakwa dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), Setya Novanto, tidak asal sebut nama orang demi mendapatkan status justice collaborator. Menurut Pram, belum tentu orang yang disebut Novanto terlibat.
"Kalau Bapak mau sekedar (menjadi) justice collaborator, kemudian jangan menyebut nama-nama yang Bapak pikir bisa meringinkan Bapak," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 22 Maret 2018.
Baca: Setya Novanto: Ada Uang E-KTP ke Puan Maharani dan Pramono Anung
Dalam sidang lanjutan e-KTP di Pengadilan Tipikor pagi tadi, Setya Novanto mengatakan ada aliran duit yang diterima oleh elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yaitu Pramono Anung dan Puan Maharani. Menurut dia, Pramono dan Puan masing-masing menerima US$ 500 ribu dari pengusaha Made Oka Masagung yang kini berstatus tersangka.
Pramono membantahnya. Meski saat pembahasan proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua DPR periode 2009-2014, ia menjelaskan tidak terlibat. Ia berujar saat itu dirinya menjadi wakil ketua DPR yang mengkoordinasi Komisi IV sampai Komisi VII terkait bidang Perindustrian dan Pembangunan.
"Sama sekali tidak berhubungan dengan Komisi II dan juga sama sekali tidak berhubungan dengan Badan Anggaran," ucapnya.
Baca: Pramono Anung Bantah Tudingan Setya Novanto Soal Duit E-KTP
Ia mengakui, jika ia mengenal dengan Made Oka Masagung. Dirinya juga berteman dengan kakaknya, Putra Masagung. Tapi Pramono mengatakan tidak pernah berbicara dengan Made Oka Masagung terkait e-KTP.
Menurut Sekretaris Kabinet ini, tidak masuk akal bila ada orang yang mencoba menyuapnya demi memuluskan proyek e-KTP di DPR. Alasannya dirinya tidak memiliki kewenangan dan kedudukan yang membuatnya bisa mengambil keputusan terkait hal itu.
"Lah dalam hal ini saya itu enggak pernah ngomong satu kata pun yang berkaitan, berurusan dengan e-KTP," ujarnya.
Pramono menjelaskan saat itu proyek e-KTP adalah proyek pemerintah sepenuhnya. Program dan penganggaran dibahas di pemerintah dan mereka hanya berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI yang membidangi pemerintahan.
"Pimpinan DPR, termasuk pada waktu itu disebut Pak Marzuki Ali (Ketua DPR 2009-2014) sama sekali tidak pernah membahas hal yang berkaitan dengan e-KTP," ucapnya.