TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah membantah kecolongan dalam kasus eksekusi mati tenaga kerja, Muhammad Zaini Misrin oleh pemerintah Arab Saudi. Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan pihaknya mengetahui rencana eksekusi mati sejak putusan inkracht pertama pada 2008.
Namun, kata dia, saat itu eksekusi ditunda hingga 2016. “Justru karena kami tahu bahwa sudah inkracht, karena itu presiden mengangkat ini dalam pembicaraannya empat mata dengan Raja Salman,” kata Iqbal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 22 Maret 2018.
Baca: Hilangkan Sedih, Anak Zaini Misrin Menyurati Jokowi,Begini Isinya
Pembicaraan empat mata berjalan buntu. Iqbal menyebutkan pemerintah mengetahui rencana eksekusi kedua pada akhir 2016. “Seharusnya sudah dieksekusi,” ujarnya. Namun, saat itu Presiden Joko Widodo mengirimkan surat permohonan penundaan kepada Raja Salman. Hasilnya, eksekusi pun ditunda hingga enam bulan.
Raja Salman merespons dengan mempersilakan pemerintah Indonesia mengajukan peninjauan kembali. “Jadi jangankan kami yang menangani di lapangan, bahkan presiden tahu tahap demi tahap peristiwa itu,” ujar Iqbal. Namun, menurut dia, kekagetan pemerintah Indonesia justru terjadi ketika eksekusi dilakukan tanpa adanya notifikasi di tengah peninjauan kembali dilakukan.
Pemerintah Indonesia, kata Iqbal, berpandangan eksekusi tidak akan dilakukan ketika peninjauan kembali sedang berlangsung. Sebab, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Arab Saudi menyatakan bakal menangguhkan hukuman badan hingga putusan hukum tetap. “Itu yang bikin kami kaget,” kata dia.
Baca: TKI Zaini Misrin Wariskan Toko Kecil untuk Anaknya
Zaini dieksekusi mati pada Ahad malam, 18 Maret 2018. Kementerian Luar Negeri menyatakan eksekusi mati itu dilakukan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu oleh otoritas setempat kepada perwakilan Indonesia. Zaini divonis mati setelah dituduh membunuh majikannya.
Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, menyatakan pemerintah Indonesia telah melakukan langkah-langkah pendampingan hukum yang maksimal dalam kasus Zaini Misrin. “Karena kali pertama kita mengajukan peninjauan kembali dari keputusan yang sudah inkracht di tingkat kasasi,” ujarnya.