TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar meyakini Joko Widodo akan menggandeng sosok calon wakil presiden dari kelompok Islam guna mendongkrak elektabilitas dalam kontestasi Pemilihan Umum Presiden 2019.
“Kalau nekat wakil bukan dari gerakan Islam, misalnya dari ekonomi murni, itu artinya hanya mengandalkan elektabilitas Pak Jokowi. Menurut saya ini rawan,” katanya di Jakarta, Rabu 14 Maret 2018.
Menurut Muhaimin, suara umat Islam tidak dapat diabaikan mengingat gairah keislaman di Indonesia tengah meletup-letup. Secara politik, hal itu ditandai dengan munculnya Aksi Bela Islam 2 Desember 2016 atau 212.
BACA: Diam-diam Muhaimin Lamar Jokowi, Ajukan Proposal Sebagai Cawapres
Secara sosial, gairah keislaman ditunjukkan dengan meningkatnya praktik-praktik keagamaan seperti pemakaian jilbab, membludaknya jemaah umrah, hingga masifnya pendirian tempat ibadah di ruang-ruang publik.
Guna mengakomodasi tren tersebut, Muhaimin menilai representasi umat Islam harus memiliki tempat dalam Pilpres 2019. Saat ini, imbuh dia, Nahdlatul Ulama (NU) dan PKB merupakan elemen umat Islam terkuat masing-masing di bidang organisasi massa dan partai politik.
Baca juga: Pengamat Sebut Muhaimin Iskandar Terlalu Pede Jadi Cawapres
Muhaimin atau Cak Imin beruntung memiliki latar belakang NU dan PKB sehingga dapat menjadi magnet meraup suara umat Islam. “Saya ini belum lahir saja sudah NU. Suara PKB itu 11 juta,” kata Muhaimin.
Meski demikian, Muhaimin mengakui kompetitornya sesama tokoh Islam juga terus bermunculan. Mereka a.l. Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Romahurmuziy, Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi.
Namun, Muhaimin percaya bahwa dirinya memiliki modal sosial dan politik paling kuat dibandingkan dengan nama-nama tersebut. Apalagi, dia merasa rekam jejaknya sebagai bekas menteri, wakil ketua DPR, dan bos parpol lebih membantu mendongkrak elektabilitas Jokowi.
“Kalau Pak Jokowi tak ajak saya bisa gawat. Kalau tak gandeng saya pasti menyesal,” katanya sambil tertawa.
BACA: Cak Imin Jadi Cawapres, Said Aqil: Kalau Jokowi Tak Memilih, Mau Apa?
Sayangnya, hasil survei menunjukkan bahwa Muhaimin bukan tokoh Islam paling populer, setidaknya sebagai capres. Jajak pendapat Media Survei Nasional (Median) dari 1-9 Februari 2018 menunjukkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta memiliki elektabilitas tertinggi sebesar 1,5 persen.
Urutan berikutnya adalah politisi PKS Fahri Hamzah 0,9 persen, Gubernur NTB Zainul Majdi 0,8 persen, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan 0,6 persen, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud M.D. 0,5%, Imam Besar Front Pembela Islam Rizieq Shibab 0,3 persen.
Elektabilitas Muhaimin hanya sebesar 0,2 persen, kalah dari Ustadz Abdul Shomad dan Ketua Umum Partai Islam Damai Aman Rhoma Irama dengan tingkat keterpilihan masing-masing 0,3 persen.
Survei Median dilakukan terhadap 1.000 responden dengan marjin kesalahan +/-3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.