TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan kemenangan poros ketiga dalam pemilihan presiden 2019 bergantung pada calon yang diusung. Menurut dia, jika poros ketiga mengusung Agus Harimurti Yudhono dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, keduanya diprediksi akan kalah karena elektabilitasnya masih di bawah 5 persen.
Adapun nama di luar partai politik, Djayadi mengatakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan atau mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Gatot Nurmantyo bisa saja masuk ke poros ketiga itu. Namun, menurut Djayadi, kemenangan poros ketiga tetap sulit lantaran elektabilitas calon yang diusung masih di bawah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Baca: Relawan Segera Deklarasikan Gatot Nurmantyo Jadi Capres
“Tidak tergantung pada partai mana yang mengusung, calonnya dulu siapa. Kalau tidak ada calon, walaupun ada poros ketiga, tetap susah,” katanya kepada Tempo, Senin, 12 Maret 2018.
Menurut Djayadi, jika Anies memilih masuk ke poros ketiga, masyarakat akan berpandangan bahwa dia orang yang tidak setia dan oportunis politik. Sebab, Anies baru memenangi pilkada DKI Jakarta. “Pasti (kalau maju) dia harus ke Gerindra. Karena kalau enggak, dia akan dianggap sebagai orang yang tidak setia dan oportunis politik,” ujarnya.
Adapun jika Gatot yang diusung, menurut Djayadi, juga belum mampu berkompetisi dengan Jokowi ataupun Prabowo karena elektabilitasnya hanya sekitar dua persen. Menurut dia, hal itu berisiko bagi poros ketiga karena waktu pencalonan presiden makin sempit. Lima bulan tersisa untuk pencalonan, menurut dia, tidak cukup untuk mendongkrak elektabilitas.
Simak: PKS: Gatot Nurmantyo Harus Mulai Dekati Parpol
Sebelumnya, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional menyatakan telah matang membentuk poros ketiga. Poros baru itu dibentuk untuk menghindari kemungkinan hadirnya calon tunggal atau dua calon presiden.
Djayadi berujar wacana pembentukan poros ketiga masih manuver politik saja. Manuver politik tersebut, kata dia, untuk meningkatkan posisi tawar. “Sebelum poros ketiga itu dideklarasikan, itu masih manuver politik saja, dan membentuk poros itu tidak mudah,” tuturnya.