TEMPO.CO, Denpasar - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan perjanjian kerja sama koordinasi antara aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dan aparat penegak hukum yang dilakukan Inspektur Jenderal Kemendagri, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, dan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri bukan untuk melindungi koruptor.
"Itu tidak dalam konteks melindungi koruptor, tidak melindungi orang yang menyalahgunakan kewenangannya," kata Tjahjo pada Jumat, 2 Maret 2018.
Baca: ICW Nilai Polri Salah Kaprah Soal MoU Penanganan Korupsi Daerah
Menurut Tjahjo, perjanjian kerja sama yang dilakukan pada 28 Februari 2018 itu tidak dalam konteks jika mengembalikan uang kerugian negara, maka kasusnya diputihkan atau diampuni. Tujuan kerja sama itu, kata dia, mengenai penanganan pengaduan masyarakat tentang adanya indikasi korupsi pada penyelenggara pemerintahan, baik di Kemendagri maupun di daerah.
Isi kesepakatan tersebut, kata Tjahjo, antara lain memuat tentang adanya koordinasi antara APIP dengan aparat penegak hukum dalam penanganan pengaduan masyarakat. "Selama ini APIP tidak pernah bisa mampu menangkap. Mau menangkap, misalnya teman sendiri, apalagi menangkap atasannya. MoU itu sebenarnya merupakan amanah dari Pasal 385 UU 23/2014 tentang Pemda," kata Tjahjo.
Baca: Pejabat Daerah Korupsi, Mendagri Dahulukan Hukuman Administratif
Materi laporan pengaduan masyarakat itu, kata Tjahjo, nantinya akan dipelajari apakah mengarah pada indikasi korupsi atau kesalahan administrasi, agar diskresi administrasi tidak menimbulkan pidana. Selanjutnya kerja sama itu untuk memberikan batasan terkait klasifikasi administrasi dan pidana yang berasal dari materi pengaduan masyarakat. "Dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan sepakat untuk memberikan kriteria pelanggaran administrasi dari sebuah pengaduan masyarakat," ujar Tjahjo.
Tjahjo Kumolo mengatakan perjanjian kerja sama itu mengatur koordinasi APIP dengan aparat penegak hukum dilakukan pada tahapan penyelidikan suatu pengaduan masyarakat dan tidak berlaku apabila tertangkap tangan. "Hal yang sama apabila seseorang ditetapkan tersangka atau tertangkap tangan melakukan korupsi, maka tindak pidana tetap jalan terus, tidak dapat diklasifikasikan merupakan pelanggaran administrasi, meskipun telah mengembalikan keuangan negara," kata dia.