TEMPO.CO, Bandung - Sebanyak 7,8 juta dari 262 juta penduduk Indonesia hingga kini belum merekam data kependudukan. Jumlah itu termasuk dua juta orang di luar negeri.
"Kami bekerja sama dengan duta besar dan konsulat jenderal di 33 negara di dunia untuk perekaman data," kata Direktur Fasilitasi Pemanfaatan Data dan Dokumentasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri David Yama di Bandung, Jawa Barat, Senin, 26 Februari 2018.
Menurut David, sekarang sudah tidak ada lagi hambatan teknis, seperti blanko kartu tanda penduduk habis, dalam proses perekaman data penduduk. "Hambatan mayoritas adalah kesadaran penduduk untuk perekaman harus terus diedukasi," ujarnya.
Baca juga: Menjelang Pilkada 2018, Kemendagri Kejar Target Perekaman E-KTP
Perekaman data, kata dia, penting untuk urusan pelayanan publik, perencanaan pembangunan, pemilihan umum, serta penegakan hukum dan kriminal. Nomor induk kependudukan (NIK) diberikan sejak lahir, ketika membuat akta kelahiran.
Data NIK memuat informasi identitas warga, termasuk alamat rumah, riwayat keluarga, dan pendidikan. Menurut David, NIK berlaku sekali seumur hidup. Jika ada kesalahan pencatatan NIK sehingga berbeda angkanya dengan di data lain, angkanya tidak bisa diganti. Kesalahan pencatatan itu misalnya berbeda pada tanggal, bulan, atau tahun lahir. "Tidak ada kerugian," ucap David.
NIK terdiri atas 16 angka. Deretan enam angka awal merupakan kode provinsi, kota atau kabupaten, serta kecamatan. Adapun enam angka berikutnya adalah tanggal, bulan, dan tahun lahir, sementara empat angka sisanya merupakan nomor penduduk.
Baca juga: Mendagri Tjahjo Kumolo Targetkan Perekaman E-KTP Rampung Desember
Terkait dengan urusan pendaftaran kartu telepon seluler prabayar, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ahmad Ramli mengatakan 288 juta nomor telah terdaftar. Diperkirakan ada 300 juta lebih nomor prabayar yang beredar. Mulai 28 Februari 2018 diberlakukan sanksi secara bertahap dalam dua bulan bagi pengguna yang belum mendaftar.
Komisioner Bidang Teknologi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo mengatakan kartu telepon yang dipakai mesin atau alat aplikasi juga harus didaftarkan. "Pendaftaran dilakukan oleh orang yang bertanggung jawab atas mesin itu," tuturnya.