TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerindra, Mohammad Nizar Zahro, menilai hasil survei Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) tentang tingkat kepuasan terhadap kebijakan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam aspek ekonomi tak sesuai dengan kenyataan.
"Dari sisi ekonomi dan segi pembangunan tidak seperti yang disampaikan pemerintah," kata Nizar di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2018.
Baca Juga:
Dalam survei yang dilakukan ILUNI UI terhadap 502 responden alumni UI, sebanyak 54,6 persen menjawab puas terhadap kebijakan pembangunan infrastruktur di pemerintahan Jokowi-JK. Sedangkan dalam keyakinan responden terhadap pembangunan infrastruktur sampai 2019, sebanyak 50,2 persen responden mengaku setuju dan puas.
Baca: Survei ILUNI UI: 48,8 Persen Tidak Puas Kinerja Jokowi-JK
Nizar menyebutkan, selama 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK, dari 255 proyek strategis nasional, baru 20 proyek yang selesai. Selain itu, kata dia, utang luar negeri Indonesia bertambah sekitar Rp 1.600 triliun hanya dalam tiga tahun. "Apa yang puas? Tidak ada kepuasan," kata dia.
Menurut Nizar, kepuasan terhadap kinerja pemerintah sebetulnya bisa terlihat dari tingkat penyerapan anggaran pendapatan dan belanja negara. Ia menyebutkan, selama pemerintahan Jokowi-JK, angka penyerapan APBN tidak pernah sampai 100 persen. Bahkan, kata dia, anggarannya selalu defisit.
Nizar mengatakan, dengan harga bahan bakar minyak yang kini tak disubsidi, mestinya bisa menambah penghasilan, tingkat pertumbuhan yang tinggi, dan penerimaan negara yang besar. Kenyataannya, kata dia, tak demikian. "Semua menjadi kesulitan, bukan sektor konsumtif tapi sektor kebutuhan pokok. Pangan jadi mahal karena pemerintah tak melindungi sektor pangan," ujarnya.
Baca: Survei CSIS: Kinerja Ekonomi Jokowi-JK Belum Memuaskan, namun...
Presiden Jokowi, kata Nizar, pernah menyampaikan akan memperkuat semua produk lokal. Namun kenyataannya lebih banyak hanya impor. Selain itu, keuntungan dari kenaikan harga BBM untuk infrastruktur tak sesuai kenyataan.
Selain itu, BBM naik sehingga tarif dasar listrik dan kebutuhan pokok ikut naik. "Jadi apa yang disampaikan tak sama dengan nawa cita. Saya mengingatkan kembali pada nawa cita yang disampaikan Presiden Jokowi dan Pak Jusuf Kalla," ucapnya.