TEMPO.CO, Jakarta - Dugaan korupsi yang melibatkan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dan pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Jombang Inna Silestyowati menggunakan kode khusus dalam berkomunikasi.
"Dalam komunikasi-komunikasi digunakan kode 'arisan' untuk pengumpulan uang tersebut di level Kadis ke bawah," kata juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Ahad, 4 Februari 2018.
Baca juga: Uang Suap Bupati Jombang Berasal dari Dana Kutipan Puskesmas
Dalam kasus tersebut, Inna diduga memberikan sejumlah uang kepada Nyono agar dirinya ditetapkan sebagai Kepala Dinas Kesehatan definitif. Uang yang diberikan kepada Nyono dikumpulkan Inna melalui kutipan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi dari 34 puskesmas di Jombang.
"Kutipan yang dikumpulkan sejak Juni 2017 sekitar total Rp 434 juta," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif.
Kutipan itu dibagi dengan rincian satu persen untuk Paguyuban Puskemas se-Jombang, satu persen untuk Kepala Dinas Kesehatan dan lima persen untuk Bupati. "Atas dana yang terkumpul tersebut, IS telah menyerahkan kepada NSW sebesar Rp 200 juta pada Desember 2017," kata Laode.
Selain mengutip uang kesehatan, KPK juga menduga Inna membantu penerbitan izin operasional sebuah rumah sakit swasta di Jombang dan meminta pungutan liar izin. Dari pungli tersebut diduga Inna telah menyerahkan uang kepada Nyono sebesar Rp 75 juta pada 1 Februari 2018.
Baca juga: Uang Suap Bupati Jombang untuk Kampanye Pilkada 2018
Penetapan tersangka keduanya merupakan lanjutan dari operasi tangkap tangan atau OTT yang digelar KPK pada Sabtu, 3 Februari 2018, di Jombang, Surabaya dan Solo.
Dalam operasi itu, KPK mengamankan lima orang lain yakni Oisatin, Kepala Puskemas Perak yang juga Bendahara Paguyuban Puskesmas Jombang; Didi Rijadi Kepala Paguyuban Puskemas Jombang; Munir ajudan Nyono; serta S dan A yang merupakan keluarga Inna.
KPK turut menyita barang bukti dari tangan Nyono Rp 25 juta dan US$ 9,5 ribu.