TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta penyelenggara pemilu di Papua mampu menggelar pemilihan kepala daerah 2018 melalui sistem noken sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Hal tersebut untuk mencegah kecurangan dalam pilkada di Papua.
“Cara noken dipersilakan, tapi KPU tetap meminta kepada penyelenggara pemilu untuk membuat laporan sebagaimana yang sudah ditentukan KPU,” kata Ketua Umum KPU Arief Budiman di kantor KPU, Jakarta Pusat pada Jumat, 2 Februari 2018.
Baca: Sistem Noken Dinilai Berpotensi Picu Kekerasan di Pilkada Papua
Arief mengatakan, pelaksanaan pemilu di beberapa wilayah Papua dibolehkan menggunakan sistem noken. Namun, para penyelenggara pemilu tetap diwajibkan untuk menuangkan laporan pelaksanaan pemilu di Papua ke dalam berita acara. Hal tersebut, kata Arief, agar pelaksanaan Pilkada 2018 di Papua berjalan dengan tertib secara administratif serta bisa dipertanggungjawabkan.
Arief pun mengingatkan sistem noken hanya diperbolehkan untuk wilayah yang memang masih menggunakan sistem tersebut. “Daerah yang sudah tidak menggunakan noken tidak boleh kembali ke noken,” ujarnya.
Baca: Pilkada 2018, Kapolda Papua Sebut Sistem Noken Berpotensi Konflik
Sistem noken adalah sistem pemilihan umum di Papua yang telah berlangsung sejak lama. Sistem noken terbagi menjadi dua. Pertama, pola big men atau suara diserahkan dan diwakilkan kepada ketua adat.
Kedua, pola noken gantung dengan memperlihatkan kepada masyarakat, suara yang telah disepakati masuk ke kantung partai yang sebelumnya telah ditetapkan. Sistem ini memaksa masyarakat untuk taat kepada pilihan kepala suku terhadap suatu calon. Sebab, kepala suku menempati kasta tertinggi yang harus dihormati masyarakatnya.
Adapun 13 daerah di Papua yang masih bisa melakukan sistem noken tersebut adalah Yakuhimo, Nduga, Lani Jaya, Tolikara, Intan Jaya, Puncak Jaya, Dogiyai, Mambremo Tengah, Paniai, Puncak, Deiyai, Jayawijaya dan Mimika.