TEMPO.CO, Jakarta - Setya Novanto keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekitar pukul 19.26, setelah menjalani pemeriksaan lebih dari tujuh jam, Rabu, 31 Januari 2018. Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang kini berstatus terdakwa dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) itu berjalan sambil menenteng styrofoam putih. "Ya, kita kos-kosan. Makan ini," ujarnya sambil menunjukkan styrofoam yang dipegang.
Berbeda dengan sebelum-sebelumnya, kali ini Setya mau meladeni wartawan. Meski tidak semua dijawab, ada beberapa pertanyaan yang dia abaikan.
Baca: Curhat Setya Novanto di Bui, Dapat Tugas Cuci Piring
Saat dikonfirmasi soal pemberian restu dari presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk proyek e-KTP, Setya mengaku baru mengetahui hal itu ketika di persidangan.
Setelah menjawab itu, Setya berjalan menuju mobil tahanan. "Mau makan dulu nih," ucapnya.
Setya didakwa oleh jaksa penuntut umum KPK berperan dalam meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada medio 2010-2011. Ketika itu, Setya menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Atas perannya, Setya Novanto disebut menerima total fee sebesar US$ 7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu. Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Baca: Mirwan Sebut SBY di Proyek E-KTP, Setya Novanto: Saya Kaget juga
Kini, Setya Novanto sedang mengajukan permohonan menjadi justice collaborator. Seperti yang diketahui, syarat-syarat untuk menjadi JC di antaranya adalah mengakui perbuatan, bersedia terbuka menyampaikan informasi yang benar tentang dugaan keterlibatan pihak lain yaitu aktor yg lebih tinggi atau aktor intelektual atau pihak-pihak lain yang terlibat dan pemohon bukan merupakan pelaku utama dalam perkara.
Bagi yang menerima justice collaborator, seorang pelaku dapat dipertimbangkan untuk menerima tuntutan hukuman lebih ringan. Setelah itu, ketika menjadi terpidana, justice collaborator bisa menerima pemotongan masa tahanan dan hak-hak narapidana lain yang bisa diberikan secara khusus.