TEMPO.CO, Bandung - Ketua Dewan Pembina Partai Hati Nurani Rakyat atau Hanura Wiranto mengatakan usulan sejumlah pengurus daerah untuk menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) belum dia putuskan. “Kita lihat nanti,” kata Wiranto di Bandung, Selasa, 16 Januari 2018.
Wiranto enggan menanggapi lebih lanjut usulan munaslub untuk mengganti Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang tersebut. “Itu teknis, gampang,” kata dia.
Wiranto mengulang pernyataan politiknya yang sudah disampaikan di Jakarta merespons mosi tidak percaya yang berujung pada usulan pemecatan Oesman Sapta. “Bahwa ini sesuatu yang memang sangat disesalkan, tapi bukan berarti tidak bisa diselesaikan. Kita selesaikan,” kata dia.
Baca: Gara-gara Mahar Pilkada, Pemimpin Hanura Saling Pecat
Wiranto mengatakan akan menggunakan mekanisme yang dimiliki Partai Hanura untuk menyelesaikan kisruh itu. Menurutnya Hanura punya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta punya sistem menyelesaikan masalah. "Partai Hanura punya satu mekanisme untuk bagaimana setiap permasalahan diselesaikan pada tingkatannya yang tepat,” kata Wiranto.
Wiranto meminta semua kader untuk menimbang marwah partai dalam mengambil keputusan penyelesaian kisruh tersebut. Yang penting, kata dia, bagaimana tekad kader bersama-sama menjaga marwah partai yang telah dibangun sekian lama itu tetap eksis. "Bisa memberikan kontribusi pada pembangunan politik nasional maupun dalam rangka kaderisasi pimpinan nasional,” katanya.
Simak: Wiranto Menyesalkan Konflik Internal Partai Hanura
Sebelumnya, sebanyak 16 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Hanura berkumpul di kantor Dewan Pengurus Pusat, Jalan Bambu Apus, Jakarta Timur, Selasa, 16 Januari 2018. Ketua Partai Hanura Sumatera Barat, Marlis, 16 DPD menyetujui diadakan munaslub pekan ini. "Insya Allah munaslub dalam satu-dua hari ini," kata Marlis.
Marlis menuturkan penyelenggaraan munaslub penting lantaran Oesman Sapta Odang dinilai telah melanggar AD/ART. Sebab politikus yang akrab disapa OSO itu melakukan penggantian Ketua DPD di enam provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, dan Sumatera Selatan. "Pemecatan itu sudah pelanggaran AD/ART, sehingga harus diselesaikan dengan munaslub," tutur dia.
AHMAD FIKRI