TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah
mengatakan, KPK tidak pernah meminta terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP Setya Novanto untuk mengajukan justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap kasus korupsi. Menurut Febri, Setya mengajukan permohonan menjadi justice collaborator sejak pekan lalu.
“Tidak ada permintaan KPK kepada tersangka manapun untuk mengajukan JC,” tutur Febri di gedung KPK, Senin, 15 Januari 2018.
Baca: Maqdir: Ada yang Minta Setya Novanto Jadi Justice Collaborator
Maqdir Ismail, pengacara Setya Novanto, mengatakan bahwa ada pihak yang meminta kliennya untuk mengajukan diri sebagai justice collaborator. Ketika ditanya siapa yang
meminta hal itu, Maqdir mengarahkannya kepada KPK. "Silakan tanya ke KPK ajalah, apa betul mereka pernah meminta atau tidak. Saya kira itu jauh lebih baik daripada saya salah nanti," ujarnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin, 15 Januari 2018.
Febri menegaskan bahwa permohonan justice collaborator itu berasal dari pengajuan Setya Novanto. Menurut Febri, Setya Novanto perlu memenuhi beberapa persyaratan terlebih dahulu untuk bisa menjadi justice collaborator. "Karena JC berdasarkan pengajuan, dan syarat bisa dikabulkan jika memenuhi kondisi-kondisi tertentu,” ujarnya.
KPK, kata Febri, biasanya memberikan informasi kepada tersangka mengenai hak-hak tersangka, termasuk pengajuan sebagai justice collaborator. Syarat pertama, seorang justice collaborator harus mengakui perbuatannya terlebih dahulu. Kedua, harus bersedia terbuka menyampaikan informasi yang benar tentang dugaan keterlibatan
pihak lain yaitu aktor yang lebih tinggi atau aktor intelektual atau pihak-pihak lain yang terlibat. Ketiga, bukan merupakan pelaku utama dalam perkara.
Baca: Pertimbangan KPK Jika Setya Novanto Mau Jadi Justice Collaborator
Terkait salah satu syarat JC tentang mengakui perbuatan, menurut Maqdir, syarat tersebut bukan berarti mengakui dakwaan jaksa. Ia keberatan mengenai dana yang diterima Setya Novanto. "Bahwa harus mengakui sesuatu yang tidak dia lakukan. Saya kira berlebihan," katanya.
Menurut Febri, konsekuensi dari seseorang yang menerima JC adalah tuntutan hukumannya akan lebih ringan. Setelah menjadi terpidana, kata Febri, JC bisa menerima pemotongan masa tahanan dan juga hak-hak narapidana lain yang bisa
diberikan secara khusus. "Harus kami analisis dulu apakah seseorang bisa menjadi JC atau tidak. Tentu butuh waktu dan fakta-fakta dan butuh konsistensi juga," katanya.