TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat urgensi pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) atau Densus Antikorupsi Polri perlu ditinjau ulang.
Menurut Fickar, pembentukan Densus Antikorupsi bukan sesuatu yang urgen saat ini dan tidak akan berpengaruh banyak terhadap pemberantasan korupsi. "Jika kewenangannya hanya penyidikan, maka akan sama saja seperti sekarang," kata Abdul Fickar saat dihubungi Tempo, Sabtu, 30 Desember 2017.
Baca: Tak Kunjung Dibentuk, Begini Maju-Mundur Wacana Densus Tipikor
Menurut dia jangan sampai sebuah institusi dibuat hanya untuk menjadi alat politik dan kepentingan penguasa. Alasannya, penanganan korupsi sangat rentan intervensi penguasa. "Sejarah pembentukan KPK karena penanganan korupsi di kepolisian dan kejaksaan tidak berjalan serta sangat rawan diintervensi kekuasaan," kata dia.
Fickar menuturkan saat ini yang lebih penting adalah membuat program pembinaan antikorupsi ke dalam internal institusi karena lebih efektif. Karena itu, kata dia, yang perlu dibenahi adalah sistem aturan pemberantasan korupsi agar dapat mempersempit ruang penyalahgunaan kewenangan.
Simak: Rencana Pembentukan Densus Antikorupsi Menuai Kritik
Wacana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi kembali mencuat setelah sempat menimbulkan protes dari berbagai pihak. Densus Tipikor akan tetap dibentuk meski belum ditentukan secara pasti waktunya.
Kepala Kepolisian Jenderal Tito Karnavian mengatakan pembentukan Densus Tipikor ditunda. Sebab, momentum pembentukan Densus Tipikor dianggap berbarengan dengan memanasnya relasi Dewan Perwakilan Rakyat yang diwakili oleh Panitia Khusus Angket dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Wacana Densus Tipikor ini bukan tidak ada, tapi ditunda karena timingnya tidak tepat,” kata Tito pada Jumat, 29 Desember 2017.