TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 2.341 bencana melanda Indonesia sepanjang tahun 2017. Bencana itu terdiri dari banjir sebanyak 787 kali; puting beliung 716 kali; tanah longsor 614 kali; kebakaran hutan dan lahan 96 kali; banjir dan tanah longsor 76 kali; kekeringan 19 kali; gempa bumi 20 kali; gelombang pasang dan abrasi, 11 kali; dan letusan gunungapi 2 kali.
"Sekitar 99 persen adalah bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang dipengaruhi oleh cuaca dan aliran permukaan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Jumat, 29 Desember 2017.
Baca: Waspada, BNPB Prediksi Sepanjang 2018 Terjadi 2.000 Bencana
Bencana itu menyebar di sebagian daerah di Indonesia. Sebaran daerah yang mengalami bencana antara lain Jawa Tengah sebanyak 600 kejadian; Jawa Timur 419; Jawa Barat 316 kejadian; Aceh 89 kejadian; dan Kalimantan Selatan 57 kejadian. Untuk tingkat kabupaten dan kota, daerah yang paling banyak terjadi bencana adalah Kabupaten Bogor sebanyak 79 kejadian; Cilacap 72 kejadian; Ponorogo 50 kejadian; Temanggung 46 kejadian; dan Banyumas 45 kejadian.
Bencana sepanjang tahun 2017 juga mengakibatkan korban meninggal, luka-luka maupun mengungsi dengan jumlah yang tak kecil. Sepanjang 2017, BNPB mencatat 377 orang meninggal dan hilang, 1.005 orang luka-luka dan 3.494.319 orang mengungsi.
Baca: 95 Persen Bencana di Indonesia adalah Hidro Meterologi
Selain itu, bencana mengakibatkan 47.442 unit rumah rusak dengan rincian sebanyak 10.457 rusak berat, 10.470 rusak sedang dan 26.515 rusak ringan. Sebanyak 365.194 unit rumah terendam banjir, dan 2.083 unit bangunan fasilitas umum rusak yang terdiri dari 1.272 unit fasilitas pendidikan, 698 unit fasilitas peribadatan dan 113 fasilitas kesehatan.
Sutopo mengatakan, kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana di tahun 2017 mencapai puluhan triliun rupiah. Kerugian ekonomi paling besar yakni dampak dari peningkatan aktivitas vulkanik dan erupsi Gunung Agung di Bali. Sejak penetapan status Awas pada September 2017 yang kemudian terjadi erupsi pada 26-30 November 2017, total kerugian ekonomi diperkirakan mencapai Rp 11 triliun.
"Kerugian ini sebagian besar berasal dari kredit macet masyarakat yang harus mengungsi dan dari sektor pariwisata," kata Sutopo. Untuk sektor pariwisata di Bali sendiri, kerugian akibat erupsi Gunung Agung mencapai Rp 9 triliun.
Selain erupsi Gunung Agung, beberapa bencana lain yang turut menyumbang kerugian besar antara lain Siklon Tropis Cempaka sekitar Rp 1,13 triliun, banjir Belitung Rp 338 miliar, banjir dan longsor di Lima Puluh Koto Rp 253 miliar, serta longsor Cianjur Rp 68 miliar.
Sutopo mengatakan bencana yang terjadi di sepanjang tahun 2017 telah berpengaruh pada masyarakat. Dampaknya antara lain merosotnya perekonomian dan kesejahteraan, khususnya bagi yang mengalami bencana berulang.
Contohnya, banjir di daerah Dayeuhkolot, Baleendah dan sekitar Sungai Citarum banjir melanda masyarakat sekitar 10-15 kali setahun. Begitu juga masyarakat di sekitar Sungai Bengawan Solo, Sungai Kemuning di Madura dan lainnya yang terlanda banjir berulang. Menurut Sutopo, bencana banjir itu menyebabkan lahan pertanian terendam banjir hingga menyebabkan gagal panen.
"Petani menanam padi dengan modal hutang, yang akhirnya tidak mampu membayar hutang. Petani terpaksa hutang lagi untuk modal menanam padi berikutnya," kata Sutopo.