TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail mengatakan vonis terhadap Andi Agustinus alias Andi Narogong akan berpengaruh terhadap kliennya. Menurut dia, keterangan-keterangan yang disampaikan hakim dalam sidang putusan Kamis, 21 Desember 2017, dapat digunakan sebagai jalan menghukum Setya.
"Seperti menjadi karpet merah untuk menghukum Setya Novanto," kata Maqdir kepada Tempo, Jumat, 22 Desember 2017.
Baca: Vonis Andi Narogong Perkuat Dakwaan terhadap Setya Novanto
Keterangan yang dimaksud Maqdir adalah tentang peran, pertemuan dan aliran dana yang mengalir ke Setya Novanto dalam proyek e-KTP. Keterlibatan Setya tersebut dijabarkan secara blakblakan oleh Andi Narogong selama proses persidangan.
Maqdir mengatakan proses persidangan kasus korupsi e-KTP penuh dengan ketidakcermatan. Menurut dia, terdapat beberapa kontradiksi atas keterangan yang disampaikan oleh Irman, Sugiharto dan Andi Narogong sebagai pelaku korupsi e-KTP yang telah dipersidangkan, khususnya tentang peran Setya Novanto. Jaksa juga dianggap tidak konsisten membuat setiap dakwaan.
"Itulah yang kami sampaikan dalam eksepsi sebelumnya," kata Maqdir. Menurut dia, kontradiksi itu muncul karena bentuk persidangan yang di-split atau dipisah. "Jika didakwa secara bersama melakukan korupsi harusnya disidangkan secara bersama pula," katanya.
Dalam sidang putusan Andi Narogong, hakim membeberkan peran Setya Novanto ketika masih menjabat sebagai ketua Fraksi Partai Golkar dalam korupsi e-KTP. Setya diyakini memberikan dukungan untuk membantu pembahasan proyek e-KTP di DPR yang dimulai pada medio 2010. Setya pula yang memperkenalkan Andi dengan sejumlah anggota Komisi Pemerintahan dan Badan Anggaran DPR.
Baca: Vonis Andi Narogong, Hakim Sebut Fakta Duit ke Setya Novanto
Hakim juga membeberkan tentang besaran fee untuk Setya dan mekanisme pemberiannya. Para anggota konsorsium menyepakati untuk memberikan fee sebesar lima persen dari nilai proyek dan diberikan melalui rekannya Made Oka Masagung.
Hakim juga menyebutkan Andi Narogong pernah memberikan uang Rp 650 juta kepada Johannes Marliem, Direktur Biomorf Lone, yang menjadi pemasok alat perekaman sidik jari (AFIS) merek L-1. Marliem kemudian menambahi dana tersebut untuk membelikan Setya sebuah jam mewah merek Richard Mille seri RM-011 senilai US$ 135 ribu. Di akhir putusan, majelis hakim menyatakan Setya menerima dana dari proyek ini sebesar US$ 3,8 juta dan Sin$ 383 ribu.
“Ada rangkaian pengaburan pemberian uang dari konsorsium kepada Setya Novanto yang bertujuan menjauhkan Setya dari tindak pidana korupsi ini,” kata anggota majelis hakim Emilia Subagdja di dalam persidangan, Kamis, 21 Desember 2017.