TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Nganjuk nonaktif, Taufiqurrahman, sebagai tersangka dalam kasus penerimaan gratifikasi. Taufiqurrahman disebut menerima gratifikasi senilai Rp 2 miliar dari sejumlah pihak.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menjelaskan, Taufiqurrahman menerima gratifikasi dari dua rekanan kontraktor proyek di Kabupaten Nganjuk. Masing-masing rekanan tersebut memberikan uang Rp 1 miliar untuk proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Nganjuk pada 2015.
Baca juga: KPK Geledah 15 Lokasi Terkait OTT Bupati Nganjuk
"Tersangka juga diduga menerima gratifikasi terkait dengan mutasi atau promosi jabatan serta sejumlah proyek di Kabupaten Nganjuk selama 2016-2017," kata Febri di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat, 15 Desember 2017.
Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut, KPK telah menyita beberapa barang bukti. Di antaranya satu unit mobil merek Jeep Wrangler Sahara Arctic 4D tahun 2012 warna abu serta mobil Smart Fortwo warna abu tua.
Taufiqurrahman disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Untuk mendalami kasus ini, KPK telah memeriksa 92 saksi. Di antaranya kontraktor pemenang proyek, pegawai negeri sipil ajudan Bupati Kabupaten Nganjuk, pejabat dan PNS pada Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Kepala Bagian Umum Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk, Kepala SMPN 1 Tanjung Anom, dan Kepala RSUD Kertosono Kabupaten Nganjuk.
KPK juga mencekal sejumlah pihak terkait pergi ke luar negeri. Pencekalan tersebut ditujukan kepada istri Taufiqurrahman sekaligus Sekretaris Daerah Jombang, Ita Tribawati; ajudan Bupati Nganjuk, Nurrosyid Hussein Hidayat; Achmad Afif; Kepala Desa Sidoarjo Syaiful Anam; dan PNS pemerintah Nganjuk, Sekar Fatmadani.
KPK sebelumnya menetapkan Taufiqurrahman sebagai tersangka kasus suap jual-beli jabatan di Kabupaten Nganjuk. Dalam kasus tersebut, Taufiqurrahman diduga menerima Rp 298,02 juta. Dana tersebut diterima dari Ibnu Hajar senilai Rp 149,12 juta dan Suwandi Rp148,9 juta. Keduanya diduga merupakan tangan kanan Taufiqurrahman dalam proses pengumpulan uang.
Pengacara Bupati Nganjuk nonaktif, Soesilo Ariwibowo, mengatakan belum tahu ihwal status tersangka kliennya dalam kasus gratifikasi. "Belum dapat kabar," kata Soesilo.