TEMPO.CO, Jakarta - Setya Novanto telah menyatakan akan mundur dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Ketua Umum Partai Golkar. Hal itu dilakukannya karena statusnya saat ini sebagai tersangka kasus korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik. Keputusan itu diungkapkan oleh Ketua Dewan Pengurus Daerah Partai Golkar Nusa Tenggara Timur Melki Laka Lena.
"Kami mendapatkan informasi valid bahwa Pak Novanto mau mundur," kata Melki di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat pada Sabtu, 2 Desember 2017.
Baca: Andi Narogong Sebut Rapat E-KTP Digelar di Rumah Setya Novanto
Melki tak mau mengungkapkan siapa yang telah menyampaikan informasi soal mundurnya Setya Novanto tersebut. "Saya engak bisa sampaikan, tapi yang pasti orang terdekat yang punya akses dengan beliau," ucapnya.
Setya Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada 10 November 2017. Sebelumnya, ia juga ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus yang sama pada 17 Juli 2017, tetapi statusnya gugur setelah menang dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29 September 2017. Setya Novanto saat ini ditahan di Rumah Tahanan KPK.
Kasus Setya Novanto dinilai sebagai faktor yang membuat elektabilitas Partai Golkar menurun. Hal ini mendorong sejumlah politikus Golkar untuk melakukan pergantian ketua umum.
Baca: MKD Bisa Berinisiatif Memproses Setya Novanto
Menurut Melki, dasar pertimbangan keputusan mundurnya Setya Novanto adalah adanya desakan dari pihak internal Partai Golkar, anggota DPR RI, Mahkamah Kehormatan Dewan, serta masyarakat Indonesia. "Ini mencermati dinamika publik yang berkembang," kata Melki.
Melki sendiri belum mendetailkan soal waktu mundurnya Setya Novanto. "Lagi dibahas dengan kalangan dekat untuk mencari waktu yang tepat. Keluarga Pak Novanto juga menunggu waktu yang tepat. Mudah-mudahan minggu depan ada kepastian," kata Melki.