TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komisaris Jenderal Putut Eko Bayuseno akan menindaklanjuti temuan Ombudsman mengenai dugaan maladminstrasi dalam pembuatan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK). Ia akan mengawasi semua pelayanan yang berada dalam tanggung jawab kepolisian.
Mengenai kesimpangsiuran harga pengurusan SKCK, Putut menegaskan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepolisian menetapkan harga mengurus SKCK Rp 30 ribu.
Baca: Ombudsman Temukan Maladministrasi dalam Pengurusan SKCK
Karena itu, jika ditemukan petugas yang meminta uang lebih dari ketentuan, masyarakat bisa melapor. Petugas yang dilaporkan akan mendapat sanksi. "Sanksi administrasi, pelanggaran kode etik, disiplin, termasuk pidana kalau terbukti," kata Putut di gedung Ombudsman, Senin, 27 November 2017.
Putut juga memperingatkan petugas yang melayani SKCK tidak asal mengeluarkan surat tersebut. Masyarakat yang memohon harus diketahui lebih dulu jejaknya. "Apakah ada tindak pidana yang ia lakukan? Jangan sampai asal dikeluarkan begitu saja," ucapnya.
Simak: Ombudsman Minta Polri Tetapkan Indikator Waktu Penyelesaian Kasus
Sebelumnya, Ombudsman menemukan lima catatan dugaan maladministrasi penerbitan SKCK. Kelima temuan itu adalah belum adanya standar pelayanan publik, belum optimalnya pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan, potensi maladministrasi dalam pelayanan SKCK, rendahnya integritas penyelenggara pelayanan di lapangan, dan tidak adanya efek jera dengan pelanggaran pelayanan.
Tim Ombudsman melakukan investigasi di enam daerah, yakni Polda Metro Jaya (Polres Jakarta Selatan dan Polres Jakarta Timur), Polda Bengkulu (Polres Bengkulu), Polda Sumatera Selatan (Polres Banyuasin), Polda Papua (Polres Kota Jayapura), Polda Jawa Barat (Polrestabes Bandung), dan Polda Sulawesi Selatan (Polrestabes Makassar, Polres Gowa, dan beberapa polsek di wilayah keduanya).