TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih menelaah informasi dan data tentang temuan terbaru lokasi kuburan massal korban peristiwa 1965-1966 yang mereka terima pekan lalu. Menurut Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Amiruddin Al Rahab, lembaganya selalu menindaklanjuti semua laporan, termasuk temuan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965-1966 tersebut.
“Harus dipahami, kami ini semua (komisioner baru) baru saja mulai bekerja. Semuanya tentu masih harus ditelaah,” kata Amiruddin saat dihubungi, Senin, 20 November 2017.
Baca: Kuburan Massal Korban Sejarah 1965 Kembali Ditemukan
Adapun korban peristiwa 1965-1966 dan keluarga mereka mengharapkan bantuan serta peran Komnas HAM untuk menyelesaikan kasus tersebut. “Kami berharap Komnas HAM lebih berani. Kami kecewa dengan komisioner lama. Kami siap bantu karena punya data di mana saja,” kata Ketua YPKP 1965-1966, Bedjo Untung.
Mereka bersama sejumlah aktivis HAM sempat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi atas Pasal 20 ayat 3 Undang-Undang Pengadilan HAM soal frasa “kurang lengkap” yang kerap menjadi alasan kejaksaan menolak berkas penyelidikan Komnas HAM. Tapi Mahkamah menolak gugatan tersebut pada Agustus 2016.
Kelompok yang sama juga melakukan perlawanan dengan mengajukan kasus tersebut ke Sidang Rakyat Internasional di Den Haag, Belanda. Rekomendasi sidang yang mengukuhkan temuan terjadinya pembunuhan massal pada 1965-1966 itu pupus karena pemerintah menolak intervensi internasional.
Baca: Ketua YPKP 65: PKI Itu Korban Pembantaian 1965
Presiden Joko Widodo membentuk tim penyelesaian kasus HAM masa lalu pada Mei 2016. Namun hingga kini belum ada tanda-tanda langkah penyelesaian, termasuk verifikasi lokasi kuburan massal. “Ini banyak yang belum paham. Maunya dibawa ke persidangan, tapi berkasnya saja belum lengkap (saksi, bukti, dan terduga pelaku dinilai belum jelas),” kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.