TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mulai berbicara soal kriteria calon wakil presiden yang layak mendampingi Presiden Jokowi pada Pemilihan Presiden 2019 mendatang. JK sendiri dalam sejumlah kesempatan sudah menegaskan bahwa dirinya ingin istirahat dan tidak lagi mencalonkan diri pada Pilpres 2019 nanti.
Selain karena alasan usia, JK juga mendasarkan pada UUD 1945 yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua periode. “Di situ tidak ada kata berturut-turut, tapi dua kali. Jadi saya sudah dua kali. Kalau pun di situ ada kata berturut-turut, saya juga tidak akan maju lagi," ujar JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 26 Oktober 2017.
Saat hadir pada Rakenas IV Partai Nasdem di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis, 16 Novemver 2017, JK mengatakan calon wakil Jokowi di Pilpres 2019 sebaiknya berasal dari latar belakang yang berbeda. Tujuannya untuk meluaskan cakupan pemilih. "Pengalaman saya, bahwa untuk terpilih, pasangan itu harus berbeda," kata JK.
Baca juga: JK Ungkap Dua Kehebatan Jokowi
JK mengatakan ini saat ditanya peserta Rakernas soal calon atau kriteria orang yang cocok menjadi calon wakil Jokowi di Pilpres 2019.
JK mengatakan sebenarnya presiden yang sedang menjabat lebih mudah terpilih tanpa kampanye yang besar, asal kepemimpinannya berhasil. Namun untuk lebih terjamin keterpilihanya, biasanya calon wakilnya harus berbeda. Misalnya jika calon presiden dari Jawa, calon wakilnya dari luar Jawa. "Itu biasanya yang umum dipakai," ujar JK.
Namun bisa juga perbedaan kombinasi itu dengan latar belakang lainnya. Misalnya jika calon presiden berasal dari kalangan nasionalis, calon wakilnya dari kalangan relijius atau orang yang dekat dengan golongan agama. Kalau calon presidennya dari kalangan politikus, calon wakilnya dari teknokrat.
Baca juga: JK Pertanyakan Wibawa Setya Novanto sebagai Pemimpin
JK mengatakan kombinasi ini bisa bermacam-macam, yang penting bisa meluaskan cakupan pemilih. "Karena kalau sama-sama politisi, sama asal, pemilihnya sempit," kata JK. Sebab, dia melanjutkan, pemilih cenderung memilih sesuai dengan kesamaan calon.
Kecenderungan itu, ujar JK, bukan karena pertimbangan rasis. Namun hal yang wajar terjadi, bahkan di Amerika. Negara Abang Sam itu perlu 170 tahun untuk orang Katolik bisa jadi presiden, dan butuh 240 tahun orang kulit hitam jadi presiden. "Itu karena kesamaan, jadi bukan karena ras. Orang cenderung memilih karena kesamaannya, selain tentu kesamaan visi dan ide," kata Jusuf Kalla.