TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mempersilakan Setya Novanto mengajukan uji materi Undang-Undang tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi. Febri menyatakan lembaganya siap menjadi pihak terkait dalam sidang uji materi tersebut.
"Untuk Judicial Review di Mahkamah Konstitusi silakan saja. Kalau KPK diminta sebagai pihak terkait karena yang diuji pasal di UU KPK maka kami akan hadapi itu," kata Febri di kantor KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 14 November 2017.
Ia pun menyatakan pihaknya siap menjelaskan dasar yang digunakan dalam pemeriksaan untuk tindak pidana korupsi. Beberapa acuannya adalah UU KPK, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dan UU Tindak Pidana Korupsi. "Ini yang kami jadikan acuan dalam penanganan perkara," ujar Febri.
Baca juga: Jubir KPK: Hak Imunitas DPR Tak Berlaku untuk Kasus Korupsi
Febri menegaskan pihaknya tak perlu menunggu MK memutuskan permohonan gugatan yang dilayangkan Setya Novanto untuk mengusut korupsi e-KTP. "Tidak harus menunggu putusan MK karena prosedur dan acuan sangat jelas," kata dia.
Setya Novanto, yang juga Ketua DPR itu, bermanuver melawan proses hukum KPK. Tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP itu mengajukan uji materi Pasal 46 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Mekanisme Pemeriksaan Tersangka.
Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, menilai pasal tersebut berlawanan dengan konstitusi Pasal 20 A Undang-Undang Dasar 1945 tentang impunitas anggota DPR. Tim hukum Setya mendasarkan alasannya pada putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang MD3, September 2015.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah memerintahkan penegak hukum untuk meminta izin tertulis dari Presiden sebelum memanggil dan memeriksa anggota DPR. "Kalau sampai ada pemanggilan paksa, kami akan meminta perlindungan Presiden, polisi, dan TNI," kata Fredrich