TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak pemerintah untuk menangani situasi penyanderaan di Mimika, Papua dengan serius. Koordinator Kontras Yati Andriyani mengatakan pemerintah dan aparat harus menghindari penggunaan senjata dan kekerasan dalam merespons tuntutan Kelompok Bersenjata di Papua.
"Penggunaan kekerasan hanya akan memicu eskalasi kekerasan," ujar Yati dalam siaran persnya pada Sabtu, 11 November 2017.
Baca: Polisi Tetapkan Status Buron terhadap Penyandera Warga Papua
Peristiwa penyanderaan oleh kelompok bersenjata di Tembagapura terjadi sejak Kamis, 9 November 2017. Sebanyak 1.300 orang di Desa Kimbely dan Desa Banti dilarang keluar dari kampung tersebut oleh kelompok bersenjata itu. TNI dan Polri telah berkoordinasi untuk menangani hal tersebut dengan membentuk tim khusus.
Yati mengatakan penggunaan kekerasan dapat mengakibatkan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Menurut dia, penggunaan kekerasan juga akan meningkatkan ketidakpercayaan warga Papua atas otoritas Indonesia.
Baca: Penyanderaan di Papua, Polri Negosiasi Lewat Tokoh Agama
Pemerintah, menurut Yati, harus tetap melakukan penyelesaian secara persuasif terhadap kasus ini. Dia menilai pemerintah harus memberikan kesempatan kepada pihak netral yang percaya kelompok bersenjata untuk melakukan perundingan. "Upaya damai, meskipun rumit dan memakan waktu, harus terus dilakukan," ujarnya.
Yati juga mengatakan pemerintah harus membuka akses media independen untuk menghindari kesimpangsiuran berita. Selain itu, kata dia, media independen juga untuk menghindari stigma kriminal, serta informasi yang tidak seimbang. "Pemerintah juga harus membuka akses bagi pemantau dan bantuan kemanusiaan untuk masyarakat sipil yang terdampak akibat krisis ini," kata dia.
Di sisi lain, Yati menilai pemerintah harus melihat situasi penyanderaan ini sebagai ketidakpuasan masyarakat Papua terhadap praktek kebijakan pemerintah di Papua. Dia mengatakan dalam krisis ini pemerintah juga harus mampu menjawab akar persoalan di Papua secara menyeluruh. "Termasuk berbagai ketidakdilan struktural dan impunitas pelanggaran HAM yang terjadi di Papua," ujarnya.
Catatan: Berita ini diedit pada 12 November 2017, pukul 14.45 WIB, karena ada keberatan dari narasumber soal penggunaan istilah "kelompok kriminal bersenjata".