TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan pemerintah menginginkan penanganan kasus penyanderaan 1.300 orang di Desa Kimbely dan Desa Banti, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, diselesaikan secara damai. “Jangan menyerang, tuduh-menuduh, dan timbulkan konflik lain. Selesaikan dengan musyawarah,” ujarnya di Istana Presiden, Kamis, 9 November 2017.
Untuk menyelesaikan masalah penyanderaan dengan cara damai ini, ujar Wiranto, ia sudah memerintahkan polisi dan Tentara Nasional Indonesia untuk lebih dulu memantau situasi, karena tidak ingin situasi semakin parah. Selain itu, ucap dia, polisi dan TNI akan mencoba menyadarkan kelompok bersenjata bahwa penyanderaan merupakan pelanggaran hukum.
Baca: Kasus Penyanderaan di Papua, Wiranto Minta Ditangani Persuasif
Sayangnya, Wiranto enggan menjelaskan apa langkah selanjutnya setelah tahapan damai ataupun upaya menyadarkan kelompok bersenjata. Politikus Hanura ini mengatakan, cara itu tidak bisa diberitahukan kepada masyarakat. “Sudah ada konsep langkah terbaiknya, dan diberitahukan ke kepala kepolisian daerah dan Panglima Kodam,” kata Wiranto.
Papua memang rawan konflik. Pada 21 Oktober lalu, misalnya, dua anggota Brimob Kepolisian Daerah Papua luka-luka setelah menjadi sasaran penembakan oleh kelompok separatis di Gunung Sangker Kali Bua, Tembagapura, Papua. Penembakan juga terjadi di area MP66 PT Freeport Indonesia, Tembagapura, pada akhir Oktober 2017. Selain itu, tingkat kerawanan konflik Papua meningkat karena menjelang pemilihan kepala daerah.
Adapun kelompok bersenjata telah menyandera ribuan orang di Desa Kimbely dan Desa Banti sejak tiga hari yang lalu. Para penduduk tidak boleh keluar dari desanya namun tetap boleh beraktivitas. Meski bisa berkegiatan, santer beredar kabar penduduk mengalami intimidasi.
Baca: Penyanderaan di Papua, Polri Negosiasi Lewat Tokoh Agama
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menuturkan penyandera merupakan gerombolan lama di Papua. Tito mengatakan, saat ia masih menjabat Kepala Kepolisian Daerah Papua pada 2012, kelompok ini sudah ada dan melakukan kegiatan penambangan emas liar. Kelompok ini, kata Tito, berbaur dengan warga setempat di kawasan Tembagapura, yang dekat dengan pertambangan PT Freeport Indonesia. “Dalam dua pekan terakhir, kelompok ini menyerang polisi, ada yang tertembak dan menjadi korban,” ujarnya.
Menurut Tito, anggota kelompok ini, termasuk yang menyandera masyarakat di Desa Kimbely dan Desa Banti, tidak banyak. Jumlahnya, menurut dia, sekitar 25 orang dan hanya punya senjata api sekitar 10 pucuk. Mereka menggunakan metode tembak dan lari serta menjadikan sandera sebagai tameng jika ada petugas yang mengejarnya.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan dalam waktu dekat akan ada tim gabungan antara Polri dan TNI untuk menangani masalah penyanderaan di Papua. Dalam pelaksanaannya, dia melanjutkan, TNI akan melakukan pengintaian karena banyak warga masyarakat yang disandera. “Prioritas utama adalah mengamankan masyarakat yang disandera,” ujarnya. “Apabila langkah lunak tak bisa dilakukan, kami akan melakukan langkah selanjutnya,” ujarnya, Kamis, 9 November 2017.
ZARA AMELIA | IMAM HAMDI | SYAFIUL HADI | ISTMAN MP